Ramadan kembali menyambut denyut kehidupan. Tempat ibadah dan nuansa Islam kerap menjadi sorotan. Tak terkecuali Masjid Gede Kauman yang epic akan historisnya menjadi pemanis di Daerah Istimewa Yogyakarta, Alun-Alun Keraton, Ngupasan, Yogyakarta. Masjid Gede Kauman selain dikenal dengan kaya historinya, namun juga menjadi destinasi wisata Jogjakarta yang sayang untuk dilewatkan. Karena ilmu sejarah dan suasana masjid yang tenang menjadi role mode kebanyakan masjid di Jogjakarta. Sayangnya, ada gradasi lain yang mengilangkan esensi Ramadan di Masjid Gede Kuman tahun ini. Tepatnya ketika saya mengunjungi Masjid Gede Kauman pada 29 Mei 2017, hari kedua Ramadan.Â
Walaupun demikian, bersyukur tetap ada ibu-ibu pengunjung yang setia menunggu waktu Dhuha ke Zuhur dan dengan mudah bercengkerama dengan akrab. Sayangnya, sangat sedikit ditemukan pemuda duduk ataupun menunggu di Mesjid Agung ini. Seharusnya yang menghidupkan dan meramaikan suasana Ramadan juga perlu adanya sosok pemuda. Karena jiwa dan ide pemuda tentunya dapat melahirkan inovasi dan perubahan yang lebih baik untuk kepentingan bersama.Â
Bukan hanya pengunjung yang menjadi pembeda suasana di Masjid Kauman. Esensi Ramadan yang sakral dan tenang berubah ketika salah satu sponsor susu sibuk mendirikan banner dan tenda sebagai media promosinya. Hal ini seperti mencari kesempatan dalam kesempitan. Di mana sponsor mencari keuntungan dengan bantuan momen Ramadan, yang mana belum tentu pihak masjid mendapatkan benefit yang sama. Lahan beribadah bergeser menjadi media pencari keuntungan.
Buktinya masih ada ibu berusia renta yang dengan ringannya bekerja keras sebagai petugas kebersihan Masjid Gede Kauman. Dengan modal kerja dengan ikhlas dan merasa cukup atas sumbangan infaq sukarela.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H