Beberapa waktu yang lalu, kita sempat dihebohkan dengan gagalnya proyek food estate. Proyek ambisius itu dinilai gagal karena tidak dapat menghasilkan panen sesuai yang diharapkan serta merusak lingkungan, dari yang awalnya berupa hutan belantara yang asri berubah menjadi tanah gersang yang dipenuhi ilalang.Â
Bagi yang belum tahu, Proyek Food Estate/lumbung pangan merupakan upaya pemerintah dalam mengembangkan komoditas pertanian menjadi lebih terintegrasi. Food estate merupakan PSN (Proyek Strategis Nasional) tahun 2020-2024 yang digagas oleh Presiden Joko Widodo. Sejatinya, proyek food estate dibangun untuk mencukupi kebutuhan pangan nasional di tengah kelangkaan pasokan dari petani akan komoditas pertanian tertentu seperti jagung, singkong, dan lain lain.
Ada sejumlah titik kawasan yang dijadikan sebagai proyek food estate di Indonesia. Antara lain Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Komoditas yang ditanam antara lain padi, singkong, tanaman palawija, dan lain lain. Salah satu proyek food estate yang paling disorot adalah Proyek Gunung Mas karena polemik menanam jagung pada media polybag.Â
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menerangkan bahwa dilakukannya penanaman jagung menggunakan media polybag karena jenis dan kontur tanah yang tidak cocok untuk ditanami jagung. Selain itu, penanaman jagung dilakukan untuk menyiasati tanaman singkong yang gagal panen di proyek tersebut. Sebenarnya bukan hanya proyek Gunung Mas saja, proyek proyek food estate yang lain juga mengalami kendala teknis yang mana berujung pada gagalnya panen.
Fokus dalam artikel ini bukanlah untuk mengkritisi kegagalan proyek food estate, melainkan untuk menggali lebih dalam alternatif daripada proyek food estate yang mana tujuannya tetap satu yaitu menguatkan ketahanan pangan.Â
Menurut Undang Undang Pangan No 7 Tahun 1996, Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari segi jumlah  maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Terdapat 3 faktor dalam cakupan ketahanan pangan yaitu ketersediaan, distribusi, dan konsumsi.Â
Faktor ketersediaan pangan berfungsi untuk menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk. Distribusi berperan sebagai mewujudkan sistem penyaluran kebutuhan pangan yang efektif dan efisien sehingga masyarakat dapat memperoleh akses pangan dengan mudah dan dengan harga yang terjangkau.Â
Sedangkan faktor konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan, dan terjamin kehalalannya.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat ditarik konklusi bahwa sejatinya Proyek Food Estate masih belum bisa memenuhi aspek ketahanan pangan. Proyek Food Estate hanya masih memenuhi faktor ketersediaan pangan, masih belum memenuhi 2 faktor lain yakni distribusi dan konsumsi.Â
Lantas apa yang dapat dilakukan untuk menguatkan ketahanan pangan? Tentunya ketahanan pangan dapat diimprove melalui pendekatan masyarakat berupa peningkatan kesejahteraan pelaku usaha pangan.Â