Mendengarkan atau didengarkan.
Dua hal yang kerap kita lakukan dalam hubungan pertemanan atau pun dengan pasangan. Ada mereka yang lebih sering mendengarkan dan ada juga mereka yang lebih banyak  membagikan kekhawatiran (didengarkan).
Dalam sebuah perbincangan penting adanya unsur saling menghargai antar lawan bicara. Entah ketika kita berada diposisi sebagai yang mendengar ataupun saat kita yang bicara untuk bisa didengarkan.
Dewasa ini, ketika orang semakin terikat dengan dunianya sendiri membuat komunikasi yang berkualitas menjadi sulit untuk diciptakan.
Lihatlah bagaimana kelompok orang  yang duduk di sebuah restoran namun sibuk dengan benda di tangan mereka masing-masing. Bagaimana saat di meja makan sebuah keluarga tak hanya dihiasi beragam menu makanan namun benda persegi yang sibuk berkedap-kedip memberitahukan ada panggilan atau hanya sebuah pesan.
Begitulah setidaknya pemandangan yang terlihat di zaman yang semakin berkembang ini.
Banyak orangtua yang mengeluhkan tentang anaknya yang sulit untuk diajak berdiskusi. Atau bahkan ada anak yang merasa 'diangguri' karena orangtua mereka tetap sibuk dengan urusan pribadi.
Ada teman yang merasa hidup seorang diri karena tak pernah merasa ada kawan yang mengerti. Ada pula yang merasa rendah diri saat pasangannya terlihat semakin menutup diri.
Sulitnya menciptakan waktu untuk berbicara dengan nyaman dan berkualitas entah bersama teman, keluarga ataupun pasangan bukan hanya perihal zaman yang semakin berkembang. Kita tidak bisa menyalahkan zaman yang terus berkembang dan membuat kita semakin masuk ke dalam dunia teknologi.Â
Hal itu sudah pasti akan terjadi dan tak mungkin dihindari. Yang perlu kita garis bawahi adalah bagaimana kita mampu menyikapi cara komunikasi yang baik dan benar sekalipun zaman terus berinovasi.
Cara berkomunikasi bukan hanya tentang kuantitas dari komunikasi itu terjadi, namun kualitas dan hasil dari sebuah komunikasi yang terjadi.