Budi duduk di trotoar, punggungnya bersandar pada dinding bangunan yang dingin. Jakarta, kota yang tak pernah tidur, hiruk pikuk dengan suara klakson mobil, deru motor, dan langkah kaki pejalan kaki yang tergesa-gesa. Hari ini, seperti hari-hari lainnya, Budi menadahkan tangan, berharap beberapa koin atau uang kertas dari para pejalan kaki yang melintas.
Sejak remaja, Budi telah hidup di jalanan. Orang tuanya meninggal dalam kecelakaan ketika ia berusia sepuluh tahun, meninggalkan Budi tanpa keluarga dan tanpa tempat tinggal. Bertahan hidup di jalanan tidak mudah, tetapi Budi selalu menyimpan impian besar di hatinya. Ia bermimpi suatu hari bisa keluar dari kemiskinan dan menjalani hidup yang lebih baik. Setiap malam, sebelum tidur di emperan toko, ia memandangi langit Jakarta yang penuh polusi cahaya dan berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia akan mengubah nasibnya.
Pagi itu, ketika Budi termenung memikirkan nasibnya, seorang pria paruh baya yang sering terlihat berolahraga di taman dekat situ menghampirinya. Pria itu adalah Pak Danu, seorang pengusaha sukses yang memiliki hati yang lembut. Pak Danu telah memperhatikan Budi selama beberapa minggu dan merasa tergerak oleh semangat yang tampak dari sorot matanya.
"Halo, nak," sapa Pak Danu dengan senyum ramah. "Nama saya Danu. Saya sering melihatmu di sini. Apa yang membuatmu ada di jalanan ini?"
Budi mengangkat kepala, sedikit terkejut oleh perhatian yang ditunjukkan pria itu. Dengan suara yang lemah namun penuh harap, Budi mulai menceritakan kisah hidupnya. Ia berbicara tentang kehilangan orang tuanya, kehidupan keras di jalanan, dan impian besarnya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pak Danu mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia terkesan dengan ketabahan dan semangat Budi. "Kamu memiliki potensi besar, Budi," katanya dengan tegas. "Jika kamu mau berusaha dan belajar, aku bisa membantumu. Aku akan mengajarkanmu cara untuk mengubah hidupmu."
Budi merasa hatinya melonjak dengan harapan baru. Itu adalah awal dari sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan dan pembelajaran. Ia tidak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Pak Danu akan menjadi titik balik dalam hidupnya, membawa cahaya ke dalam kegelapan yang telah lama menyelimutinya.
Kedai kopi di sudut jalan menjadi saksi bisu pertemuan rutin antara Budi dan Pak Danu. Setiap pagi, sebelum hiruk pikuk kota Jakarta mencapai puncaknya, mereka bertemu di sana. Pak Danu dengan sabar mengajarkan Budi dasar-dasar bisnis. Dengan secangkir kopi hangat di depan mereka, Pak Danu mulai mengajarkan manajemen keuangan, strategi pemasaran, dan etika kerja.
"Langkah pertama dalam bisnis adalah memahami arus kas," kata Pak Danu suatu pagi. Ia mengeluarkan buku catatan kecil dan pensil, lalu mulai menggambar diagram sederhana. "Kamu harus tahu berapa banyak uang yang masuk dan keluar setiap hari."
Budi menyimak dengan tekun, mencatat setiap detail yang diajarkan. Ia belajar bagaimana menghitung keuntungan, mengelola pengeluaran, dan merencanakan anggaran. Meski awalnya sulit, Budi tidak pernah menyerah. Ia tahu bahwa pengetahuan ini adalah kunci untuk mengubah hidupnya.