Tiga tahun setelah Perdana Menteri Inggris menggagas strategi untuk mereformasi Eropa dan mewujudkannya dalam bentuk referendum, rakyat Britania Raya, yang terdiri atas Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara, pada Kamis (23/6/2016), telah memilih untuk Brexit, atau keluar dari keanggotaan Uni Eropa. Dengan demikian, dalam beberapa bulan ke depan, para pemimpin Britania dan Eropa akan mulai bernegosiasi tentang keluarnya Inggris dari blok ekonomi Eropa tersebut.
Brexit akan mempengaruhi perekonomian Britania, kebijakan imigrasi, dan banyak hal lainnya. Namun, butuh waktu bertahun-tahun sampai kondisi negara benar-benar stabil.
Utamanya, ada lima poin yang diperdebatkan golongan tolak Brexit dan pro Brexit. Berikut uraiannya, sebagaimana dilansir The Economist:
1. Perdagangan Luar Negeri
Tolak Brexit: Sebagian besar ekspor Inggris dikirim ke negara Uni Eropa yang lain. Sebagai anggota UE, Inggris bisa bebas dari tarif ekspor, hambatan non-tarif, dan mendapatkan kemudahan lain dari UE.
Pro Brexit: Inggris bisa menegosiasikan hubungan dagang baru dengan UE tanpa ikatan keanggotaan UE, dan juga bisa membuat kesepakatan dagang baru dengan negara-negara penting lain seperti Amerika, China, dan India.
2. Iuran Keanggotaan Uni Eropa
Tolak Brexit: Rata-rata Inggris hanya membayar 340 pounds per rumah tangga per tahunnya ke UE, padahal manfaat yang didapat diestimasikan mencapai 3,000 pounds per tahunnya. Jadi, Inggris masih untung besar.
Pro Brexit: Inggris bisa berhenti mengirim total 350 juta pounds tiap pekan ke UE, dan mengalihkan penggunaannya untuk riset ilmiah dan pengembangan industri-industri baru.
3. Regulasi Terpusat Uni Eropa
Tolak Brexit: Banyak regulasi EU mengubah standar nasional Inggris menjadi standar Eropa, sehingga mengurangi hambatan non-tarif dan menguntungkan bisnis Inggris. Jika masih dalam UE, maka Inggris bisa memperjuangkan regulasi yang lebih baik.
Pro Brexit: Meninggalkan EU berarti Inggris bisa mengambil alih regulasi tentang ketenagakerjaa, kesehatan, dan keamanan, yang mana cenderung lebih disukai perusahaan-perusahaan Inggris, menurut riset terbaru dari lembaga Business for Britain.
4. Imigrasi
Tolak Brexit: Meninggalkan UE tidak lantas berarti arus imigrasi akan berkurang.
Pro Brexit: Jika keluar dari UE, maka Inggris bisa menyingkirkan sistem imigrasi UE yang telah memaksa Inggris untuk membuka pintu bagi imigran dari sesama negara UE (yang kualitas SDM-nya diragukan), dan akhirnya Inggris dapat menyambut imigran non-UE yang bisa berkontribusi lebih besar.
5. Peran Internasional
Tolak Brexit: Jika tetap menjadi anggota UE, maka di kancah internasional, Inggris bisa diwakili dua orang: oleh perwakilan dari Inggris sendiri, dan oleh perwakilan UE.
Pro Brexit: Inggris punya pengaruh yang sangat kecil dalam UE. Padahal jika keluar dari UE, maka Inggris bisa mengambil alih sendiri kursi-kursi di lembaga internasional dan memosisikan diri sebagai negara berpengaruh dalam perdagangan bebas dan kerjasama internasional. Â
Sumber: The Economist, CNN Money, OpenEurope.org.uk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H