Hukum tata negara dan hukum adminstrasi negara merupakan jenis hukum yang berbeda, namun tidak dapat dipisahkan secara tegas, karena kedua jenis hukum ini mempunyai keterkaitan yang sangat erat, bahkan pendapat lain mengatakan bahwa hukum administrasi negara merupakan bagian dari hukum tata negara. Lantas, bagaimana perbedaan hukum tata negara dengan hukum administrasi negara menurut pakar hukum?. Simak penjelasan berikut.
Perbedaan Hukum Tata Negara Dengan Hukum Administrasi Negara Menurut 4 Pakar Hukum
1. Van Vollenhoven
Pada salah satu bukunya, Van Vollenhoven berpendapat semua peraturan yang sejak berabad-abad lamanya tidak termasuk ke dalam ruang lingkup hukum tata negara materil, hukum perdata materil, ataupun hukum pidana materil seharusnya dimasukkan pada cabang hukum administrasi negara. Dengan demikian, Van Vollenhoven mengartikan hukum administrasi negara meliputi semua kegiatan negara dalam arti luas, tak hanya terbatas pada tugas pemerintahan dalam arti sempit saja.
Hukum administrasi negara itu menurutnya meliputi tugas peradilan, polisi, serta tugas membuat peraturan. Lalu menurut Van Vollenhoven, hukum administrasi negara dalam arti luas itu dapat dibagi dalam tiga (3) bidang, yaitu: bestuursrecht (hukum pemerintahan), justitierecht (hukum peradilan), politierecht (hukum perundang-undangan).
Pandangan Van Vollenhoven mengenai hukum administrasi negara tersebut sebenarnya dapat dibagi dalam 2 (dua) pengertian yaitu: hukum administrasi negara dalam arti klasik dan hukum administrasi negara dalam arti modern. Menurut Van Vollenhoven, hukum administrasi negara dalam arti klasik masih diliputi oleh suasana kehidupan kenegaraan yang menganut paham liberal (liberale rechtstaats-gedachte) yang dipengaruhi oleh Emmanuel Kant di mana negara tidak boleh mencampuri kepentingan-kepentingan individu, melainkan tugas negara hanyalah sebagai penjaga malam (nachtwachters-staat atau l'etat Gendarm).
Sementara itu, ketika Van Vollenhoven mengembangkan pandangan kedua, praktik kenegaraan tengah diliputi oleh suasana baru dengan berkembangnya pemikiran mengenai negara kesejahteraan atau welfare state (welvaarrtsstaat-gedachter). Dalam bukunya yang kedua sebagaimana dalam bukum Jimly Assiddiqie dinyatakan: "Staatssorganen zonder staatsrecht is vleugellan, want hun bevoegheid antbreek of is onzeker Staats-organen zonder Administratief recht is vluegelvrij, want zij kunnen hun bevoegdheid niet zo toepassen als zii self it lieftst wille."
Badan atau organ-organ negara tanpa hukum tata negara akan lumpuh bagaikan tanpa sayap, sebab organ-organ itu tidak mempunyai wewenang sehingga keadaannya tidak menentu. Sebaliknya, badan-badan negara tanpa hukum administrasi negara menjadi bebas tanpa batas, sehingga mereka dapat berbuat menurut apa yang mereka kehendaki. Maksud Van Vollenhoven pada karangannya yang pertama itu, bahwa badan hukum administrasi negara diadakan untuk mengekang pemerintah sesuai dengan prinsip liberal yang hidup pada waktu itu.
Sedangkan pada bukunya yang kedua, hukum administrasi negara memberi keleluasaan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat, bahkan juga menentukan kewajiban-kewajiban kepada rakyat sesuai dengan faham kesejahteraan yang dianut oleh negara. Dalam menyelenggarakan kepentingan umum, ada kalanya negara harus melanggar hak rakyat, misalnya menyita untuk kepentingan umum (onteigening ten algemene nutte). Dikarenakan negara memerlukan pembuatan jalan agar hubungan antara dua tempat itu lebih lancar, maka negara terpaksa mengambil sebagian tanah rakyat untuk kepentingan tersebut. Lazimnya penyitaan ini dilakukan dengan ganti rugi kepada rakyat yang bersangkutan. Dapat pula misalnya pemerintah memberi konsesi atas nama perusahaan-perusahaan (nuts-bedrijven) untuk kepentingan umum.
2. J.H.A. Logemann
Sementara itu, J.H.A. Logemann (Dr. Johann Heinrich Adolf Logemann) dalam bukunya "Over de theorie van en stellig staatsrecht" mengadakan perbedaan yang cukup signifikan antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara. Untuk membedakannya, Logemann bertitik tolak dari sistematika hukum pada umumnya yang meliputi tiga hal, yaitu: ajaran tentang status (persoonsleer), ajaran tentang lingkungan (gebiedsleer), ajaran tentang hubungan hukum (leer de rechtsbetrekking).