Mohon tunggu...
riskaeka agustina
riskaeka agustina Mohon Tunggu... Administrasi - Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sudahkah Kita Berinvestasi untuk Bumi?

28 September 2022   07:30 Diperbarui: 28 September 2022   07:36 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bumi kita telah menyediakan berbagai sumber energi. Mulai dari energi minyak bumi, angin, air, dan matahari. Semuanya dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagai penyedia energi, bumi menyediakan berbagai input alam untuk diolah menjadi produk ekonomi.

Pengolahan ini merupakan hasil ekstraksi atau penangkapan sumber daya energi dari lingkungan. Produk energi tersebut tersedia dalam bentuk penyediaan dan penggunaan energi oleh industri dan rumah tangga. Tidak berhenti sampai disitu, residu dari energi yang telah digunakan oleh industri dan rumah tangga tersebut kembali ke lingkungan.

Sayangnya, pertumbuhan ekonomi konvensional tidak mempertimbangkan alam dalam arus lingkaran ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadinya eksplotasi lingkungan yang menimbulkan dampak negatif bukan hanya terhadap lingkungan tapi juga bagi manusia. Contohnya, gas polutan menyebabkan meningkatnya gas rumah kaca, terjadinya perubahan iklim ekstrim, dan berdampak pada semakin memburuknya sistem pernapasan manusia.

Gaylord Nelson adalah pencetus hari lahirnya gerakan lingkungan hidup. Tema Hari Bumi berbeda-beda setiap tahunnya. Namun tujuannya tetap satu, yakni melalui peringatan ini diharapkan dapat meningkatkan apresiasi serta kesadaran manusia tentang pentingnya menjaga planet bumi.

Pada tahun 2022 ini, Earth Day mengangkat tema "Invest In Our Planet" atau Berinvestasi di Planet Kita. Fokus tema tahun ini adalah untuk meningkatkan kesadaran manusia mengenai kelebihan populasi, berkurangnya keanekaragaman hayati, serta semakin menurunnya kualitas lingkungan. Lalu bagaimana potret sumber daya bumi kita selama ini? Sudahkah kita berinvestasi untuk bumi sesuai tema Hari Bumi tahun ini?

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa selama tahun 2015-2019, input yang berasal dari sumber daya energi tidak terbarukan berkisar pada angka 96 persen, sementara 4 persennya berasal dari sumber daya energi terbarukan. Relatif konstannya proporsi input dari sumber daya energi terbarukan menunjukkan bahwa belum ada upaya berarti yang dilakukan untuk melakukan transformasi energi yang lebih berbasis pada sumber daya terbarukan.

Selama tahun 2015-2019, batu bara merupakan penyumbang input energi tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 70-75 persen. Disusul oleh gas alam dan minyak bumi, yang berkontribusi sekitar 10-15 persen. Dan ketiganya merupakan sumber daya energi tidak terbarukan. Sementara itu, biomassa sebagai salah satu dari input sumber daya energi terbarukan, menyumbang energi lebih besar (3-4 persen) dibanding sumber daya energi terbarukan lainnya (air, panas bumi, angin, surya).

Dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan SDGs, pilar pembangunan lingkungan meliputi tujuan ke 6, 11, 12, 13, 14, dan 15. Dimana pembangunan lingkungan SDGs adalah tercapainya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan. 

Sehubungan dengan TPB, indikator intensitas energi dapat digunakan sebagai indikator target 7.3, yakni yang berbunyi "Pada tahun 2030, melakukan perbaikan efisiensi energi di tingkat global sebanyak dua kali lipat".

Nilai intensitas energi diperoleh dengan membagi nilai penggunaan akhir energi dengan nilai tambah bruto masing-masing industri atau pengeluaran konsumsi rumah tangga. Semakin rendah nilai intensitas energi menunjukkan bahwa industri atau rumah tangga yang bersangkutan semakin efisien dalam penggunaan energi untuk menghasilkan produk-produknya.

Data BPS menunjukkan bahwa nilai intensitas energi meningkat dari tahun 2018 ke tahun 2019. Intensitas energi dari sektor industri meningkat sebesar 2,8 poin dari tahun 2018 (406,5) ke tahun 2019 (409,3). Sementara intensitas energi dari rumah tangga meningkat sebesar 3 poin dari tahun 2018 (258,1) ke tahun 2019 (261,2). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan energi di Indonesia semakin tidak efisien.

Selain itu, terdapat efek samping dari penggunaan energi yaitu emisi gas rumah kaca. BPS mencatat bahwa indeks emisi gas rumah kaca CO2 cenderung meningkat dari tahun 2018 ke 2019, baik pada sektor lapangan usaha maupun rumah tangga. 

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa emisi CO2 menggambarkan degradasi lingkungan. Artinya semakin tinggi emisi CO2, maka kualitas udaranya semakin buruk. Bahkan World Meteorogical Organization (WMO) menyatakan bahwa karbondioksida (CO2) merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global.

Hubungan antara degradasi lingkungan dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan dalam sebuah hipotesis bernama Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC (menyerupai huruf U terbalik) menyebutkan bahwa pada awalnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan degradasi lingkungan. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi menjadi fokus utama, tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

Namun pada titik tertentu, pertumbuhan ekonomi akan menyadarkan manusia bahwa kebutuhan terhadap kualitas lingkungan yang baik menjadi penting. Dan titik inilah yang disebut sebagai titik balik (turning point). Kondisi ini ditandai dengan beralihnya basis perekonomian dari industri dan pra-industri menjadi ekonomi berbasis jasa.

Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menyukseskan tema Hari Bumi tahun ini? Yang pertama adalah melalui gerakan mengurangi sampah, mulai dari sampah anorganik seperti sampah plastik dan sampah organik. Selain itu, mulai hari ini, kita dapat belajar untuk memisahkan sampah sesuai jenisnya. Sampah anorganik dapat kita daur ulang dan gunakan kembali. 

Sementara sampah organik dapat kita olah menjadi pupuk kompos. Yang kedua adalah dengan menghemat energi seperti listrik dan air. Menggunakan air secukupnya dan mematikan peralatan elektronik jika tidak diperlukan, dapat menghemat cadangan persediaan energi dan mengurangi produksi emisi gas rumah kaca.

Yang ketiga, dengan aksi menanam pohon dapat membantu meningkatkan kualitas udara bersih serta mengurangi global warming. Yang keempat, dengan mulai menerapkan green economy yang mengutamakan pembangunan berkelanjutan, dapat mengurangi resiko kerusakan lingkungan. 

Mari selamatkan bumi mulai dari diri sendiri dan saat ini. Langkah sekecil apapun akan sangat berarti bagi kesehatan lingkungan kita. Kesejahteraan dan kelestarian bumi ini adalah tanggung jawab kita bersama. Bumiku adalah rumahku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun