Keberagaman masyarakat yang ada di Indonesia merupakan sebuah kekayaan yang tiada tara nilainya. Keberagaman tersebut mampu bersatu padu dalam payung Negara Kesatuan Republik Indonesia.Â
Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah bukti bersatunya keberagaman Indonesia secara damai. Lalu mengapa masih saja ada bibit-bibit perpecahan di antara kita sesama warga negara Indonesia?
Saya tidak akan mengungkit isu-isu perpecahan, namun saya ingin berbagi tulisan mengenai betapa indahnya keberagaman yang kita miliki di Indonesia. Satu hal yang akan pertama soroti adalah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.Â
Bahasa Indonesia adalah satu-satunya bahasa resmi negara yang pemberlakuannya sama sekali tidak mendapat pertentangan ataupun tensi-tensi dari pihak tertentu.Â
Bahasa Indonesia disepakati secara sadar dan tenggang rasa sebagai bahasa yang mempersatukan seluruh masyarakat negeri ini. Meskipun perannya sebagai bahasa pemersatu, namun Bahasa Indonesia masih memberi celah yang cukup bagi bahasa-bahasa lokal untuk tetap eksis.Â
Selain bahasa, kebudayaan Indonesia juga memiliki keberagaman yang saling memperkaya satu sama lain. Berbeda dengan keberagaman bahasa yang dapat disatukan oleh Bahasa Indonesia, keberagaman budaya justru tidak dapat dirumuskan menjadi satu ciri khas.Â
Keberagaman budaya di Indonesia memiliki ruang gerak yang luas untuk eksis, dan semuanya hadir tanpa ada pertentangan satu sama lain. Semua budaya negeri ini saling bahu membahu membentuk ciri khas Indonesia yang kaya, sehingga tidak ada persaingan, melainkan justru sikap saling mendukung. Hal ini membuktikan bahwa kita adalah bangsa yang satu padu.
Selain itu, keberagaman Indonesia juga tampak dalam keyakinan beragama. Negeri ini mengakui enam agama, yakni Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Keenam agama tersebut hidup berdampingan secara damai dalam bingkai Pancasila, khususnya sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.Â
Kerukunan beragama telah tampak di bumi Nusantara sejak lama, di mana salah satu contohnya terlihat pada era Wali Songo yang meyebarkan ajaran Islam toleran, Islam yang tidak memaksa dan menghargai agama yang lainnya.Â
Lebih dari itu, sikap toleransi antar umat beragama juga muncul dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari, seperti gotong royong di tingkat lingkungan RT/RW, pendidikan yang setara, dan lain sebagainya.Â
Bahkan tak jarang kita pun secara bersama-sama, lintas agama, berdialog damai mengenai pemecahan solusi terhadap suatu isu, semisal mengenai isu penanggulangan terorisme.Â