Dua tahun ini memang dua tahun yang sangat berat bagi penduduk bumi. Bukan saja bagi negara miskin, negara berkembang seperti Indonesia tapi juga bagi negara maju seperti Jepang, China, Amerika Serikat bahkan Jerman.
Berat karena sebagian besar bahkan nyaris semua orang harus menahan diri; menahan diri ketika perusahaan yang mereka rintis harus gulung tikar, berat karena harus menghadapi PHK besar-besaran, berat karena tidak ada cara lagi untuk mengembangkan diri. Berat karena tidak bisa belajar atau berkarya dengan maksimal.
Sebaliknya mereka harus lebih banyak diam di rumah. Mereka harus berusaha sendiri untuk memahami sesuatu, harus menghadapi ujian sendiri di rumah. Harus bekerja dari rumah sampai aktivitas lainnya di rumah. Tidak bisa berlatih atau bertanding olahraga; tidak bisa berkesenian dengan teman-teman dan kolega.
Hal itu tidak saja berlangsung selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan namun sampai nyaris dua tahun ini kita hidup dengan kondisi dan situasi seperti ini. Belajar dari rumah, bekerja dari rumah, namun sempat bisa ke kantor namun dua minggu ini kita harus kembali bekerja dari rumah. Harus berlatih olahraga dan berkesenian di rumah. Usaha nyaris mati, pariwisata tak bisa berkembang dengan baik, usaha kuliner ada yang bisa memanfaatkan situasi ada yang tidak. Pendek kata ini sebuah situasi yang sangat berat yang harus kita lewati.
Tidak heran bahwa banyak orang akan merasa putus asa. Sedih dan putus asa akan melanda para pemimpin keluarga yang tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga mereka, keputus asaan melanda para pengusaha pariwisata karena hotel atau usaha transportasi mereka tidak bisa berjalan dengan baik. Seorang yang lulus SMA dan dapat menembus universitas terkenal tidak bisa belajar dan bersosialisasi dengan baik karena harus berlajar dari rumah. Kondisi putus asa diterangkan pada ayat Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (QS. Az-Zumar: 5)
Tapi banyak orang sering lupa dengan ayat itu dan ayat ini Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 155).
Mereka yang lupa dengan ayat-ayat ini seringkali beralih pada tokoh-tokoh termasuk tokoh agama yang marah dan tidak puas dengan cara pemimpin menyelesaikan anek persoalan ini. Mereka tidak percaya dengan pandemi Covid dan menolak untuk di vaksin. Tak jarang mereka menyatakan ini di banyak ceramah di rumah ibadat, sehingga membuat sebagian umat bingung dan sebagian lagi marah. Kemarahan ini biasanya mereka ungkapkan di media sosial dan beberapa grup-grup eksklusif mereka.
Inikah yang diharapkan Allah dari kita dalam memcari solusi atas keadaan ini ?
Tentu saja tidak. Kita diharapkan berfikir jernih, selalu berdoa dan memohon kepada Allah dan patuh pada pemerintah yang berusaha untuk mencari solusi terbaik untuk kita semua. Begitu juga tokoh agama harus selalu mengingatkan umat agar selalu berjalan dengan sabar dan selalu berharap hanya kepada Allah.
Percayalah, suatu saat badai global bernama Covid-19 ini akan berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H