Sesaat sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia diproklamirkan, beberapa pemuda 'menculik' the founding father's yaitu Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945 pk 03.00 WIB ke daerah yang bernama Rengas Dengklok tepatnya di rumah salah seorang pemuda yaitu Djiaw Kie Siong di kabupaten Karawang.
Para pemuda ini adalah pemuda dari perkumpulan Menteng 31 yang berkeinginan untuk mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Pembuatan teks Proklamasi juga dilakukan di tempat itu.
Didorong oleh desakan para pemuda itu dan memanfaatkan menyerahnya Jepang terhadap sekutu, sehari setelah 'penculikan' itu, proklamasi memang benar-benar dilakukan. Teks proklamasi kemudian diketik oleh Sayuti Melik.Â
Rencana proklamasi itu akan dilakukan di lapangan IKADA (sekarang lapangan Monas) batal karena banyak pihak termasuk tentara Jepang sudah berjaga-jaga di lokasi.Â
Akhirnya dilakukan di rumah bung Karno yaitu jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta. Â Pada akhirnya Indonesia menjadi negara merdeka, lepas dari penjajahan dan penindasan negara lain. Pernyataan kemerdekaan itu sendiri disaksikan oleh ratusan orang termasuk para pemuda.
Kabar soal kemerdekaan itu kemudian menyebar tidak saja di seputaran Jakarta, tapi juga di Jawa Barat, Di Sumatera Barat dan Yogyakarta. Kabar kemerdekaan itu memang tidak secepat penyebaran kabar pada masa kini, tapi melalui simpul-simpul masyarakat kabar menggembirakan itu menyebar.
Atas perjuangan para pemuda untuk mendesak Soekarno Hatta, kita bisa merefleksikan sesuatu. Bahwa ratusan bahkan ribuan pemuda, juga jutaan masyarakat Indonesia menitipkan hati dan pikirannya kepada dua orang itu untuk menyatakan Indonesia mereka.Â
Bahwa batin jutaan rakyat percaya mereka berdua dapat melaksanakan amanah rakyat yang selama puluhan bahkan ratusan tahun berada di bawah penindasan penjajah dan seakan tidak punya hak untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri.
Inilah bukti dari trust culture rakyat Indonesia kepada dua orang itu. Rakyat Indonesia menaruh banyak hal, tidak saja soal harapan tapi juga kepercayaan kepada dua orang itu.Â
Trustculture atau budaya saling percaya tidak saja menjadi modal dasar bagi kemajuan sebuah bangsa, tapi juga merupakan energy tanpa batas untuk selalu bergerak mewujudkan cita-cita bangsa.Â
Hal ini sama sekali tidak mudah karena harus ditaruh kepada tempat dan orang yang tepat sehingga bisa mengolah energy itu menjadi energy yang jauh lebih besar dan mencapai cita-cita negara.