Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saatnya Saling Sinergi Melawan Radikalisme dan Terorisme

30 Mei 2018   06:29 Diperbarui: 30 Mei 2018   07:29 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersatu Lawan Terorisme - www.atmago.com

Pekan kemarin, pemerintah dan DPR sepakat dalam memutuskan UU Antiterorisme. Payung hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme ini, memberikan angin segar dalam penindakan terorisme. Tak dipungkiri, ancaman dan aksi terorisme di Indonesia masih saja terjadi hingga saat ini. Jaringan baru terus bermunculan, dan terorisme juga terus berkembang menyesuaikan dinamika zaman. Karena itulah, dalam upaya pemberantasan aksi terorisme juga harus mengalami perubahan.

Jika pada era sebelumnya, Densus 88 tak mempunyai kewenangan menangkap sebelum terjadinya aksi, dengan adanya aturan yang baru ini, Densus bisa langsung melakukan penangkapan jika terduga teroris terbukti menjadi jaringan kelompok teroris. Bahkan, adanya rencana peledakan juga bisa dijadikan alasan untuk melakukan penangkapan. Hal ini penting, agar upaya pencegahan terjadinya aksi teror bisa diminimalisir. Tentu saja, kinerja aparat keamanan tetap harus diawasi, agar kekhawatiran terjadinya pelanggaran HAM tidak bisa terjadi.

Terorisme merupakan kejahatan yang sangat luar biasa. Oleh karena itulah, proses penanganannya pun juga harus dilakukan dengan cara yang luar biasa. Artinya, UU Antiterorisme memang memberikan angina segar bagi masyarakat Indonesia. Namun, bukan berarti UU tersebut bisa menjadi segalanya. Karena penyebaran bibit radikalisme tidak bisa dibendung hanya dengan UU. Perlu peran serta dari semua pihak, untuk memutus mata rantai penyebaran bibit radikal.

Seperti kita tahu, bibit radikalisme telah menyebar ke semua lini kehidupan masyarakat. Tidak hanya berkembang di masyarakat bawah, tapi juga ke masyarakat menengah hingga atas. Para pelaku terorisme tidak hanya berasal dari masyarakat biasa, tapi juga ada dari kalangan menengah atas. Bahkan, pegawai negeri sipil pun juga bisa terpapar radikalisme. Seperti penangkapan terduga teroris di Probolinggo, Jawa Timur kemarin misalnya. Terduga yang ditangkap tersebut berprofesi sebagai anggota pegawani negeri sipil (PNS).

Ketika aparat keamanan terus melakukan penindakan, apa yang harus dilakukan oleh kita selaku masyarakat? Kita juga mempunyai kontribusi dalam pencegahan aksi terorisme. Salah satunya dengan cara menyebarkan pesan-pesan damai, agar bisa menjadi kontra narasi propaganda radikalisme yang telah banyak tersebar di dunia maya. 

Suka tidak suka, dunia maya juga telah dipenuhi bibit radikalisme. Ujaran kebencian terus bermetamorfosa menyesuaikan kepentingan apa yang melekat dibelakangnya. Dan ironisnya, tidak sedikit yang paham, bahwa ujaran kebencian itu bisa menjadi bibit intoleransi. Dan bibit intoleransi itu merupakan bisa berujung pada radikalisme. Dan radikalisme merupakan akar dari terorisme. Semoga ini bisa menjadi introspeksi bersama.

Dalam setiap ucapan dan perilaku pun juga harus dijaga. Jangan sampai teror bom yang terjadi di dunia nyata, juga dibawa dalam setiap ucapan dan perilaku. Kemarin, candaan salah satu penumpang pesawat tentang bom, telah berujung pada takutnya para penumpang yang lain. Dan candaan itupun mengantarkan pelaku menjadi tersangka. Terorisme tidak bisa dianggap remeh. Dengan menjaga setiap upacan dan perilaku, secara tidak langsung kita juga sudah bisa mencegah penyebaran bibit radikalisme dan terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun