Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bentengi Diri Kita dari Bibit Kebencian Pilkada

27 Februari 2018   23:21 Diperbarui: 27 Februari 2018   23:28 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilkada Damai - detik.com

Pilkada sudah didepan mata. 2 Juni 2018, 171 daerah menggelar pemilihan kepala daerah. Banyak yang menyambut pilkada ini dengan penuh suka cita. Karena berharap bisa melahirkan pemimpin yang jujur, yang bisa bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat. Namun tidak jarang pula yang memanfaatkan momentum pilkada ini, untuk mewujudkan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Keberadaan kelompok inilah yang kemudian melahirkan kegaduhan, karena sering menebarkan bibit kebencian melalui media sosial.

Sadar atau tidak, bibit kebencian ini terus dimunculkan di tengah masyarakat. Belakangan muncul orang gila yang banyak menyerang ulama. Hampir setiap hari ada saja. Dan setelah peristiwa penyerangan, tak lama kemudian muncul informasi yang provokatif, dan menjelekkan pihak-pihak tertentu. 

Tidak jarang mereka juga menyebarkan informasi hoax, yang belum tentu jelas kebenarannya. Mari kita berpikir secara jernih. Kenapa selalu orang gila yang menjadi penyerang, dan kenapa selalu ulama yang menjadi korban. Tak lama kemudian muncul bahwa semuanya itu ulah PKI. Organisasi ini diklaim telah bangkit lagi.

Kadang kelompok ini selalu membandingkan dan membenturkan dengan kebijakan pemerintah. Pemerintah dianggap tidak mampu membuat umat Islam damai. Padahal mayoritasi penduduk Indonesia adalah umat muslim. Jika kita tidak berpikir panjang, tentu akan mudah terprovokasi. 

Tapi jika kita bisa berpikir jernis, pasti akan bisa menduga bahwa semua ini merupakan keinginan pihak yang tak bertanggung jawab. Mereka ingin masyarakat dibuat bingung. Ketika kebingunan itulah masyarakat akan mudah diprovokasi oleh hal-hal yang sifatnya penuh dengan kebencian.

Orang berbeda agama dianggap menjadi sebuah persoalan. Orang berbeda pilihan politik juga dianggap sebagai kesalahan. Kalau itu yang terjadi, dimana demokrasi itu? Bukankah Indonesia menganut azas demokrasi? Dan dalam demokrasi semestinya tetap saling menghormati antar sesama. 

Tidak boleh merasa benar sendiri, hanya karena dia mengklaim dirinya bagian dari mayoritas. Baik itu mayoritas atau minoritas, semuanya mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Tidak boleh mayoritas menindas minoritas. Dan minoritas juga harus tetap menjaga toleransi antar sesama. Dengan demikian kerukunan antar umat bisa tetap terjaga.

Pilkada jangan sampai digunakan sebagai ajang menebar kebencian. Dalam pilkada, harus didorong untuk menyebarkan gagasan dan ide yang membangun. Hal ini penting agar dalam masa kampanye, ada proses belajar diantara masyarakat. Paslon menebar program, dan masyarakat mencoba menganalisa apakah gagasan tersebut tepat atau tidak diterapkan. 

Pola menebar gagasan ini tentu akan jauh lebih bermanfaat, dibandingkan saling tuduh dan saling membenci. Ingat, Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda. Dalam perbedaan itu tetap harus saling berdampingana. Karena dalam keberagaman itulah, sejatinya akan tercipta kerukunan antar umat beragama.

Jangan biarkan diri kita terprovokasi oleh bibit kebencian pilkada. Jangan pola biarkan diri kita dikendalikan oleh amarah yang tak berujung. Mari kita saling berangkulan, agar damai terasa di lingkungan kita. Agar kebencian yang sempat menyebar di tengah masyarakat, bisa diminimalisir menjadi bibit perdamaian. Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun