Mohon tunggu...
riska nuraini
riska nuraini Mohon Tunggu... Ahli Gizi - suka menolong orang

seorang yang senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menanggulangi Radikalisme dengan Kearifan Lokal

2 Mei 2015   17:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:26 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terdapat banyak pranata sosial di tengah masyarakat, dan salah satu di antaranya adalah tokoh adat. Peran tokoh adat sangatlah penting dalam penyelesaian masalah yang muncul di tengah masyarakat. Tokoh adat berperan cukup penting dalam pengendalian sosial, yakni mengendalikan sikap dan tingkah lalu masyarakat agar saesaui dengan adat dan norma yang berlaku. Pengendalian sosial terwujud dalam pemgawasan dari suatu ke kelompok lainnya guna mengerahkan peran-peran individu atau kelompok sebagai bagian dari masyarakat agar tercipta situasi kehidupan bermasyarakat yang aman, tertib, dan nyaman. Adapun motivasi penggerak pengendalian sosial oleh tokoh adat adalah untuk menjaga kearifan lokal yang telah hidup berdampingan dengan masyarakat sejak lama. Adapun kearifan lokal sendiri adalah suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup, dan kearifan hidup. Di Indonesia, kearifan lokal tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi juga bersifat lintas budaya yang kini kita kenal sebagai konsep Bhineka Tunggal Ika. Di dalam konsep Bhineka Tunggal Ika terdapat kearifan lokal berupa ajaran hidup gotong royong, toleransi, kerja keras, dan saling menghormati. Kearifan lokal dapat dijadikan rujukan dalam penyelesaian masalah di masyarakat. Salah satu contohnya adalah tradisi 'pela', 'gandong, makan patita', dan 'masohi' di Ambon adalah kearifan lokal setempat yang bersifat positif dan konstruktif dalam menjaga toleransi dan mendorong rekonsiliasi penangan konflik antar agama di sana. Dalam upaya rekonailasi terkait, diungkapkan bahwa ada keterlibatan tokoh agama dan tokoh adat dalam mendorong hadirnya peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kearifan lokal. Ketika kearifan lokal setempat mulai kembali menarik atensi masyarakat, lambat lain konflik antar agama yang terjadi di Ambon pun mulai berangsur mereda dan bahkan hilang sama sekali. Hal di atas membuktikan bahwa kearifan lokal yang digiatkan oleh tokoh adat dan tokoh-tokoh panutan lainnya mampu membantu mendorong upaya penanggulangan konflik, termasuk radikalisme. Hal ini dikarenakan kearifan lokal mengena di hati masyarakat sehingga mudah untuk dimanfaatkan sebagai sarana penyelesaian konflik. Untuk itu, diharapkan seluruh masyarakat di Indonesia kembali menghidupkan budaya-budaya lokal serta kearifan lokal yang ternyata dapat difungsikan sebagai alat perekat kerukunan masyarakat dengan berbagai perbedaannya. Pendekatan multikultural adakah alternatif penting yang dapat dimanfaatkan untuk meminimalisir konflik di negeri ini. Radikalisme dan terorisme dapat dilihat terkait dengan persebaran keberagaman yang kemudian menggelorakan sentiment anti budaya. Mereka (terorisme dan radikalisme) tidak melihat bahwa kondisi kemajukan bangsa Indonesia merupakan khazanah lokalitas yang telah terbangun sejak lama. Dengan kembali mengingat serta mengamalkan kearifan lokal dengan sebaik-baiknya, niscaya kita mampu membangun kekuatan nasional yang kokoh dalam menghalau radikalisme, apalagi terorisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun