Mohon tunggu...
Riki Sholikin
Riki Sholikin Mohon Tunggu... lainnya -

Tak Pernah Mengutuk Keramaian, Hanya Butuh Ruang Untuk Menikmati Kesunyian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Marathon

11 Oktober 2014   18:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:27 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kita sama-sama berlari dari start, aku tahu betul, kala itu kamu langsung berlari sprint ketika star baru dimulai, padahal ini adalah lari marathon, bukan lari sprint. Entah apa yang ada dalam pikiranmu hingga kamu memilih berlari jauh lebih cepat dari yang lainnya. Pikirku kamu akan sampai di garis finish paling awal. Atau setidaknya kamu lebih dulu sampai pada garis finish daripada aku. Aku tahu betul tentang kemampuanku, aku tak mungkin berlari cepat hingga berada di garis depan setelah start baru saja dimulai. Karena aku tahu, aku akan kehabisan energy dan aku sendiri malah sanksi dengan diriku apakah bisa sampai garis finish atau tidak, karena terlalu memaksakan. Aku mengikuti langkahmu dari belakang. Mungkin kamu tak sadar bahwa ada seseorang yang dibelakangmu. Iya, ada aku yang terus mencoba berlari meski dengan langkah yang sudah tak lagi tegap,agar bisa terus mengikuti langkah kakimu, atau namun langkah kaki tak mampu membersamaimu.

Jalur lari masih panjang, kamu masih berada didepanku, dan semakin jauh malah jauh dari penglihatanku. Aku pikir kamu akan jauh meninggalkanku dan sampai di finish terlebih dahulu. Aku terus berlari, namun kini sudah tak ada punggungmu lagi yang mampu aku lihat ketika aku terus berlari menatap kedepan. Mencoba terus berlari dan sesekali aku harus berhenti dan hanya melangkah dengan langkah pendek serta berusaha untuk berjalan hingga garis finish. Entah kapan sampainya, karena aku sudah tak mungkin untuk menjadi orang pertama yang sampai digaris finish. Aku hanya ingin terus berlari sampai finish, meski hanya akan menjadi orang yang terakhir menyentuh garis finish. Yang terpenting adalah garis finish, karena tujuanku adalah garis finish, sedangkan menjadi orang pertama yang menyentuh garis finish sudah bukan lagi menjadi ambisiku.

Sekian lama aku berlari, melihat kabar dan kemeriahan tentang pelari lain yang sudah sampai di garis finish. Mungkin mereka yang sudah berada di garis finish sudah duduk santai, ada yang focus pada lomba marathon selanjutnya, ada juga yang sudah lelah berlari dan masih terlalu nyaman beristirahat.

Aku yang sudah mulai lelah berlari, dan mencoba bertahan agar bisa sampai di finish, hingga aku lalai, bahwa kau yang selalu aku lihat didepanku, malah kini tanpa kusadari malah sudah berada dibelakangku. Entah kenapa kamu bisa aku lewati padahal dulu aku tahu betul bahwa kamu mampu jauh berada di depanku untuk melwati garis finish. Ingin rasanya aku tahu kenapa kamu bisa tertinggal olehku. Namun lagi-lagi aku enggan untuk belari kebelakang atau sekedar memperlambat langkah. Karena ketika aku melihat ke belakang dirimu seperti sedang berhenti dan sedikit menghiraukan garis finish. Entah kenyamanan apa yang membuatmu enggan untuk melanjutkan hingga sampai finish. Harus aku akui, aku juga pernah mengalami apa yang kau alami saat itu. Ketika kau berlari dan memutuskan untuk beristirahat, namun malah menjadi lena dan rasanya-rasanya garis finish yang menjadi tujuan akhir dari lomba ini seakan kabur dari penglihatan. Namun aku mencoba untuk membuka mata dan meyakinkan bahwa garis finish sudah dekat dan aku harus segera sampai entah bagaimana pun caranya, meski hanya dengan langkah yang sangat pelan, setidaknya aku berusaha untuk mendekati garis finish.

Akhirnya aku sampai pada garis finish, sedangan kamu? Aku tak tahu dimana posisimu saat itu. Setelah melepas lelah, aku mencoba untuk menengokmu, aku hanya ingin memastikan bahwa dirimu masih berusaha untuk berlari hingga garis finish. Dan ketika aku coba untuk melihat keadaanmu, sepertinya dirimu sedang beristirahat dan menurunkan langkah kakimu. Aku pikir kamu sudah lelah. Di saat itulah aku beranikan diriku untuk memberi semangat kepadamu dan meyakinkan bahwa kamu bisa sampai garis finish.

Entah kehadiran yang kurang tepat hingga niat baikku seakan kamu terjemahkan lain, padahal aku tulus untuk memberi semangat kepadamu, meski aku masih enggan untuk mengulurkan tanganku untuk menuntun dan membersamaimu hingga garis finish, karena aku tahu kamu akan menghiraukan uluran tanganku. Saat aku coba mengingatkan bahwa kamu harus terus berlari meski hanya dengan langkah kecil. “Aku sudah lelah tauk, kenapa kamu paksa aku terus berlari? Kenapa kamu menjadi seperti memarahiku dan mengguruiku?” kata itu yang kau ucap meski dengan nada tak langsung mengarah kepadaku. Iya, harus aku akui aku salah, aku tidak berusaha untuk memahami kondisinya.

Sekarang aku bukan tidak peduli lagi dengan dirimu, namun cukuplah aku memperhatikan dari jauh di samping lintasan. Dan sesekali memastikan bahwa dirimu masih ingin terus berlari atau berjalan hingga garis finish. Senang ketika dirimu sekarang sudah berusaha terus melangkahkan kaki hingga ke finish, karena tujuan dari perlombaan ini adalah sampai garis finish,  semoga bisa istiqomah dan terus melangkahkan kaki hingga melewati garis finish.

Untuk seorang pelari yang masih berusaha untuk melangkahkan kaki hingga sampai garis finish, perlombaan marathon ini adalah sebagian kecil dari perlombaan-perlombaan lain dalam kehidupan ini, jadi tetap semangat dalam menjalani setiap perlombaan yang sedang dihadapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun