Mohon tunggu...
Muhammad Rishaldy
Muhammad Rishaldy Mohon Tunggu...

Penulis Love For A While (2013), Mahasiswa, Gamer, Traveler, Street Art Painter, Mountaineer. find me on aldyprisly.tumblr.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untuk Politik

14 Maret 2014   22:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:56 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ah…
Aku sungguh enggan menuliskan yang satu ini. Sungguh aku bersungguh-sungguh. Namun karena banyak saudaraku berteriak di tanah Riau sana, tanah dimana bahasa Indonesia berasal, aku malah berubah menjadi geram.

Aku bukanlah orang yang perduli terhadap perusahaan yang memiliki bendera beserta nomor urut yang biasa terpampang di baliho pinggiran jalan, enggan juga perduli terhadap foto-foto selfie yang terpampang untuk di lubangi paku dan selalu berkampanye saat pemilihan kepala negeri yang digilir.

Tapi sungguh ini adalah sesuatu yang keterlaluan, tidak manusiawi, tidak rasional, sungguh, aku malah menyumpah bahwa ini adalah perbuatan manusia yang tidak beradab.

Aku membaca surat dari tanah Riau untuk pak presiden. Terdengar seperti suara-suara orang sekarat yang ikhlas dibakar keserakahan, yang memahami bahwa kondisi disana tidak akan baik untuk dijadikan objek foto ibu negara untuk instagramnya.

Sementara mereka tersesak karena terlalu banyak menelan asap, kulihat satu partai mengadakan pertemuan dengan enam puluh pengusaha dan diadakan tertutup. Juru bicara mereka berkata bahwa itu hanyalah sebatas makan malam dan mungkin saja bicarakan siapa calon yang akan mewakili mereka. Sementara itu ada banyak api diladang yang mereka tanami industri.

Aku memiliki satu pandangan, bagaimana jika dari enam puluh pengusaha tersebut mengeluarkan setidaknya satu juta rupiah dari miliaran penghasilannya setiap minggu untuk menyewa satu pesawat dan mengambil air dari negeri yang katanya negara kepulauan ini untuk padamkan Riau? Masuk akal? Atau lebih masuk akal kalau satu juta rupiah tersebut dipakai untuk sewa gedung dan memesan menu makan malam? Siapa yang hilang kewarasan? Siapa yang hilang kesabaran? Siapa yang semakin tenggelam dalam kekayaan?

Sungguh aku ingin bicara di tempat presiden biasa bicara. Bahwa kita semua sungguh sudah bukan manusia. Disamping itu, banyak juga warga negara yang melakukan protes dengan cara yang tidak semestinya. Siapa yang akan sudi dengar jika bicara lewat batu-batu yang berterbangan menuju jendela gedung yang didirikan dengan uang mereka sendiri?

Atau berapa banyak kepala yang mengeluh bahwa lalu-lintas jakarta berantakan, padahal mereka berada didalam roda empat yang memiliki sistem pendingin ruangan? Mereka telah ikut turut serta memberantakan lalu-lintas kota ketika menanda-tangani perjanjian kredit roda empat yang kini mereka tumpangi. Sungguh mereka pun hilang akal.

Pada siapa kita bicara? Untuk siapa kita bicara? Pada akhirnya, dokumen penting tentang segala perubahan negeri selalu berada di meja kalangan orang kaya. Pada akhirnya, negeri ini hanya untuk sebagian orang. Pada akhirnya, kita tidak berubah sampai kita sadari bahwa ini adalah sebuah kegilaan yang tanpa akhir.

Lalu apa tulisanku ini akan menjadikan negeri ini waras? Sungguh aku tidak perduli. Padamu negeri, kulemparkan satu buah kekesalan. Padamu Tuhan, kupanjatkan doa, tenggelamkan kami semua.

Amin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun