Informasi sebaran kasus covid-19 terus terjadi peningkatan di provinsi sulawesi selatan khususnya kota makassar, maros, dan kabupaten gowa. Pasien covid-19 terus bertambah, baik yang berstatus sebagai ODP (orang dalam pemantauan), PDP (pasien dalam pengawasan) dan yang positif covid-19. Disisi lain hal yang mengembirakan adalah pasien ada yang dinyatakan telah sembuh. Tentu hal tersebut tidak bisa lepas dari tenaga medis yang telah loyal dan ikhlas dalam menangani pasien tersebut.Â
Sistem pemerintahan saat ini, baik yang berada di pusat maupun tingkat provinsi dan kabupaten berupaya keras untuk memikirkan tindakan solutif atas semakin merebaknya kasus covid-19 yang semakin tak terbendung. Seperti misalnya himbauan yang selalu di ucapkan oleh presiden adalah penerapan social distancing, yakni menjaga jarak aman di tempat perkumpulan orang banyak, selalu mencuci tangan, dan meningkatkan daya tahan imun. Â
Bahkan ucapan presiden yang terakhir di media adalah penerapan PSBB (pembatasan sosial berskala besar). Langkah ini menurut hemat penulis adalah sangat bijak dibandingkan negara lain seperti korea utara dibawah pemerintahan Kim Jong Un yang secara ekstrem dimana ketika ada warga negaranya ketahuan mengidap penyakit covid-19 mereka akan ditembak mati. Bayangkan ketika seperti itu diterapkan di indonesia.Â
Penulis menyayangkan kepada oknum masyarakat, dimana mereka melakukan pelarangan untuk dikuburkan ke tempat pemakaman biasa maupun tempat yang sudah ditetapkan oleh pemerintah yang berstatus penyakit covid-19.
Menurut ahli virologi orang yang sudah meninggal tidak akan tertular lagi virus nya kepada orang lain, apalagi ada aturan standar dari WHO (World Health Organisation). Tetapi sepertinya stigma kepada masyarakat yang berstatus penyakit covid-19 susah dan sulit untuk mereka terima dikarenakan penyakit ini sudah menjadi pendemi global sepanjang sejarah apalagi pemberitaan yang kian begitu "panas" di beberapa media. Â Â
Degradasi Sosial Ekonomi Adanya Covid-19
Adanya penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) tentu berdampak implikasi sosial-ekonomi pada masyarakat. Dalam aspek sosial terjadi "pemutusan" silaturahmi antar keluarga seperti ibu-ibu arisan, komunitas olahraga, komunitas sepeda, komunitas motor, maupun para anak remaja yang sekedar untuk nongki-nongki. Semua saling "curiga" untuk menghindari penularan virus covid-19.
Dalam aspek ekonomi perusahan-perusahan yang mempekerjakan orang banyak atau para buruh untuk sementara diliburkan. Bahkan tak ayal, mereka mendapatkan PHK (pemutusan hubungan kerja) diakibatkan bencana non-alam ini. Pekerja kantoran baik swasta maupun negeri telah diliburkan entah sampai kapan. Tempat pusat keramaian belanja yang dapat menjadi penularan covid-19 di tutup untuk sementara seperti mall, restoran makanan, cafe, dan warkop. Pergerakan laju ekonomi langsung terhambat kepada para pedagang dan pebisnis yang ada di kota makassar. Bahkan yang menjadi kontroversi tempat ibadah-pun dilakukan pembatasan untuk menyelenggrakan shalat jumat secara beribadah.Â
Disisi lain, secara aspek ekonomi adanya wabah covid-19 ini dijadikan sebagai lahan bisnis untuk mengkerut pundi-pundi rupiah dengan cara menjual masker, handzanitiser, dan vitamin dengan harga yang tidak sewajarnya. Hal tersebut memang sesuai dengan teori ekonomi yang klasik dan populer bahwa semakin tinggi tingkat permintaan maka semakin tinggi harga barang tersebut. Semoga para penjual/pebisnis untuk menangani virus covid-19 yang ada di kota makassar tidak melakukan hal sedemikian, tetapi berjualan untuk keberkahan hidup dunia dan akhirat.
Penerapan sosial distancing bagi kalangan masyarakat atas atau yang berstatus pegawai kantoran negeri atau swasta bisa saja mereka lakukan karena setiap bulannya mereka akan tetap mendapatkan gaji. Tetapi, bagaimana dengan masyarakat menengah dan bawah..??
Seperti yang sangat dirasakan oleh ojek online baik grab maupun gojek ataupun penjual sayuran dan makanan di pasar. Penulis mendengarkan perkataan salah satu warga yang tak ingin disebut namanya berkata seperti ini, lebih baik katanya terkena corona (covid-19) di luar daripada berada di rumah tidak mendapatkan penghasilan karena kelaparan tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidupnya.