Untuk mewujudkan sebuah Indonesia yang unggul serta melepaskan mentalitas inferior yang selama ini terpatri dalam benak setiap manusia Indonesia, perlu adanya sebuah terobosan dalam berbagai hal. Indonesia tidak akan pernah bisa maju dan unggul seperti yang dicita - citakan para pendiri bangsa tanpa mempunyai sebuah pondasi ekonomi yang kuat. Kita memerlukan perekonomian yang tangguh untuk membiayai pembangunan, pendidikan, kesehatan dan segala macam urusan kesejahteraan kita berbangsa.
Presiden Joko Widodo mencanangkan program revolusi mental sebagai prioritas utama dalam program kerjanya. Hal ini kemudian diterjemahkan dalam wujud Nawa Cita dan keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (Global Maritime Fulcrum). Namun hal ini harus dilanjutkan dengan adanya suatu revolusi industri. Industri yang dimaksud disini adalah industri berbasiskan ekonomi kreatif karya anak bangsa. Ekonomi kreatif bagi bangsa Indonesia harus berlandaskan pada kebudayaan kita sendiri karena akan mengukuhkan identitas kita sebagai sebuah bangsa yang mandiri.Â
Menurut John Howkins dalam The Creative Economy : How People Make Money From Ideas, ekonomi kreatif diartikan sebagai segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Ekonomi kreatif termasuk ekonomi gelombang keempat. Alvin Toffler menyebut, ekonomi gelombang pertama bertumpu pada sektor pertanian, ekonomi gelombang kedua pada sektor industri, dan ekonomi gelombang ketiga pada sektor informasi.
Indonesia saat ini sudah masuk ke industri (ekonomi) kreatif berbasis budaya. Di balik kebebasan berekspresi, nilai - nilai pendidikan, religiositas, nasionalisme, serta nilai - nilai budaya bangsa dalam pembangunan harus serius dipehatikan. Ada tanggung jawab moral dan tanggung jawab membangun karakter bangsa. Membangun karakter bangsa diperlukan kebudayaan yang kuat (Abdul Hadi WM, 2008).
Bangsa ini bercita - cita menjadi bangsa religius, humanis, bersatu, demokratis dan berkeadilan sosial dengan mengakui kenyataan antropologis bangsa yang multi etnik, multi budaya dan multi agama.
Tujuan kebudayaan untuk mengangkat martabat bangsa dengan meninggikan kecerdasan, kebajikan, dan kreativitas masyarakat untuk menciptakan masyarakat madani. Kebudayaan berkembang jika ada suasana komunikatif dalam masyarakat, suasana dialog yang bebas, yang hanya mungkin jika ada jaminan hukum dan politik dari negara.
Menumbuhkembangkan ekonomi kreatif tak bisa lepas dari budaya setempat. Budaya harus menjadi basis pengembangannya. Dalam kebudayaan lokal ada yang disebut dengan kearifan local (local genius)yang menjadi nilai-nilai bermakna, antara lain, diterjemahkan ke dalam bentuk fisik berupa produk kreatif daerah setempat. Revrisond Baswir, ekonom Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa ekonomi kreatif tidak bisa dilihat dalam konteks ekonomi saja, tetapi juga dimensi budaya. Ide-ide kreatif yang muncul adalah produk budaya. Karenanya, strategi kebudayaan sangat menentukan arah perkembangan ekonomi kreatif
Setiap daerah/wilayah pada umumnya memiliki potensi produk yang bisa diangkat dan dikembangkan. Keunikan atau kekhasan produk lokal itulah yang mesti menjadi intinya lalu ditambah unsur kreativitas dengan sentuhan teknologi. Silakan saja satu daerah dan daerah lain memiliki produk yang sejenis, namun setiap daerah mesti mempertahankan ciri khasnya.
Dalam hal ini mesti dihindari penyeragaman antardaerah/wilayah. Jika ini dilakukan juga, maka nilai keunikan dan kekhasan akan hilang. Berikan berkembang apa yang ada di daerah setempat, dan inilah yang dipadukan dengan kemampuan manusia yang inovasi-kreatif. Hanya dengan demikian keunggulan komparatif bisa terjaga dan daya saing produk bisa dipertahankan
Industri ekonomi kreatif terbukti memberikan kontribusi yang sangat besar bagi kesejahteraan rakyat. Menurut data Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) menunjukkan bahwa industri kreatif tahun 2015 telah menyumbang Rp 642 triliun atau 7,05 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari usaha kuliner sebanyak 32,4 persen, mode 27,9 persen, dan kerajinan 14,88 persen. Selain menyumbang PDB nasional, industri kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja dengan kontribusi secara nasional 10,7 persen atau 11,8 juta orang.
Saat ini, kata dia, ada 16 sub sektor yang akan terus berkembang selama 2015 - 2019, yakni seni pertunjukan, seni rupa, televisi dan radio, aplikasi game, arsitektur, desain interior, desain komunikasi visual, periklanan, musik, penerbitan, fotografi, desain produk, fashion, film animasi dan video, kriya, dan kuliner. Dari sub sektor yang ada, sedikitnya ada tiga bidang yang mengalami pertumbuhan cukup signifikan, yakni teknologi informasi sebesar 8,81 persen, periklanan 8,05 persen, dan arsitektur 7,53 persen. Kendati industri kreatif Indonesia diprediksikan akan semakin berkembang, masih ada hambatan yang perlu untuk diperhatikan, yakni minimnya sistem informasi dan database yang bisa membantu para pelaku ekonomi kreatif mengembangkan karyanya.