Mohon tunggu...
Risdha Sneevliet
Risdha Sneevliet Mohon Tunggu... lainnya -

seorang laki-laki dari latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja, layaknya warga pada umumnya yang hidup di atas bumi manusia...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suatu Hari di Keseneng

22 Januari 2011   18:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:17 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12957211811079403222

hujan turun membasahi pekarangan sebuah rumah sederhana, di sebuah desa kecil, namun penuh kebahagiaan... aroma tanah bercampur air hujan sangat kental tercium di sini... angin masuk lewat celah pintu dan jendela yang tak tertutup rapat membawa udara dingin khas pegunungan... tak berapa lama kabut halimun menyelimuti desa, menghalangi pandangan... sedari tadi pagi matahari memang enggan menampakkan diri, sama seperti hari-hari sebelumnya... nampak beberapa pemuda sedang berasyik masyuk dengan kesibukan masing-masing... sesekali terdengar gurauan bersahutan dari mereka...

seorang laki-laki menjelang usia 30, bertubuh agak tambun dan dipenuhi bulu, rambut pendek ikal, kulit sawo matang sedikit gelap, mengenakan kaos merah dan celana jeans, berbaring tengkurap menghadap sebuah laptop tua... kalung etnik hasil karya ibu-ibu desa, menggantung indah di leher... sebuah gelang perak hadiah dari sang kekasih pun tak lupa menghiasi tangan kiri... celoteh sarkastis dan joke-joke liar sering keluar dari mulut pedas kritis namun skeptis... senyum simpul tersungging di wajah manisnya, menambah aura ketampanan pria unik cenderung aneh berzodiak virgo, idaman para wanita dewasa ini...

tak jauh dari situ, duduk di sebuah kursi kayu berhias anyaman plastik, menghadap sebuah laptop yang nangkring di atas meja kaca... tangan kiri menyangga dagu, tangan kanan asyik memainkan mouse... pria dewasa bertubuh gagah dengan perut agak buncit ini serius menatap layar laptop... sesekali mengeluh betapa lemotnya koneksi internet dari modem yang menancap paten... segelas kopi instan dan kretek filter keluaran Kediri menemani... seorang pria cerdas, kritis, sabar, kebapakan, penyayang keluarga, dan berjiwa pemimpin... rasa lelah sering dikesampingkan, demi tercapainya cita-cita yang telah disepakati bersama...

sesaat kemudian ibu pemilik rumah datang membawa sepiring tahu isi panas... dengan logat desa yang kental, ramah menawari... tak sungkan lagi, tanpa ba bi bu, diserbu pula tahu isi yang nikmat saat masih panas itu...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun