Mohon tunggu...
Risda Maleva Juni
Risda Maleva Juni Mohon Tunggu... Guru - Pendidikan, Seni dan Budaya

Teacher of High School in Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Betawi dan Jakarta

1 Desember 2021   14:46 Diperbarui: 1 Desember 2021   15:16 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemudian di sulaplah daerah Setu Babakan itu menjadi perkampungan budaya betawi, beberapa rumah adat betawi dibangun dan rumah-rumah yang ada dibuat dibuat seperti rumah adat betawi meskipun tidak terlalu sama, tetapi tetap mencirikan rumah khas budaya betawi. 

Selain itu, diadakan pula kegiatan seni tari betawi, lenong betawi, pencak silat, dan seni musik betawi. Tak lupa, dihadirkan juga berbagai makanan khas betawi, seperti kerak telor, laksa, toge goreng, gado-gado, soto betawi, geplak, wajik, rengginang, tape uli, dll. 

Pintu masuk perkampungan budaya betawi ini pun dibuat sebuah gapura besar bertuliskan "Pintu Masuk 1 Bang Pitung, Kebudayaan Betawi Setu Babakan". Ondel-ondel sebagai maskot betawi tak lupa dipajang dipintu masuk dan dihadirkan di dalam perkampungan budaya betawi ini. 

Panggung besar pun juga dibuat sebagai tempat penampilan kesenian betawi yang biasanya dihadirkan setiap hari minggu. Kantor pengelola perkampungan budaya betawi juga ada terletak di samping panggung besar tersebut. 

Semua kegiatan yang dilakukan di perkampungan ini, sudah diatur oleh kepala dan para staff pengelola perkampungan budaya betawi, mengingat bahwa perkampungan ini adalah buatan dari Pemerintah Kota Jakarta dan Suku Dinas Kebudayaan.

Dari luar memang terlihat sangat apik kebudayaan betawi ini di kemas, tetapi ternyata di dalamnya terdapat dilema bagi penduduk asli betawi. Ketika saya berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, saya berbincang dengan warga yang tinggal disana, ternyata mereka bukan berasal dari suku betawi, mereka adalah pendatang yang sudah lama tinggal disini.

Rumah-rumah adat betawi yang ada disana nyatanya tidak semuanya dihuni oleh orang betawi tetapi ada juga yang orang sumatera. Para penjual yang menjajakan makanan khas betawi kebanyakan warga dari luar Setu, seperti dari wilayah Mampang ataupun Srengseng Sawah. Lucunya disini, saya menemui tukang soto betawi yang penjualnya orang Bogor, dan bos nya juga orang Bogor yang memiliki lima gerobak yang menjual soto betawi. 

Dilemanya ketika saya tau bahwa tanah yang sekarang dijadikan panggung pertunjukkan dan kantor pengelola dulunya adalah tanah milik orang betawi, dan kini mereka pindah dan menetap ke wilayah lain. Saya pun menanyakan kebenaran hal ini kepada pihak pengelola dan mereka membenarkannya, tetapi mereka menjawab orang betawi kan banyak tanahnya, jadi kalau tanah satu dijual masih ada tanah yang lain.

Kenyataan ini terlihat seperti pelestarian budaya yang memaksakan, pemerintah ingin melestarikan budaya betawi tanpa banyak merangkul orang betawi yang ada. 

Bukankah lebih alami jika yang melestarikan budaya itu adalah orang yang berasal dari budaya itu sendiri. Bukan orang lain yang hanya ingin mencari keuntungan semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun