Mohon tunggu...
Risda Guntari
Risda Guntari Mohon Tunggu... -

mahasiswa,hoby memasak, menulis sebagai sarana untuk menuangkan ide-ide yang tidak bisa diucapkan,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Maafkan Putri Kecilmu Ibu

22 Desember 2013   14:36 Diperbarui: 4 April 2017   16:16 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nomor peserta : 43

Ibu Sosok paling sempurna dalam hidupku, tak pernah ada yang bisa menggantikan posisi ibu dalam hatiku. Jasa ibu terhadapku sangat besar, entah bagimana aku bisa membalas semua itu. namun inilah kelebihan ibu, dari semua yang ibu lakukan padaku, tak pernah sedikit pun ibu meminta balasannya, dengan ikhlas ibu melakukan semua itu untukku.

Ibu, selama sembilan bulan ibu mengandungku, saat dalam kandunganpun aku sudah merepotkan ibu, membuat ibu tidak nafsu makan, setiap kali ibu makan pasti akan keluar lagi, karena rasa mual yang diakibatkan oleh adanya aku dalam perut ibu, dan ibu harus rela tubuh ibu tak indah lagi, perut ibu membesar karena ada aku didalamnya, namun ibu dengan senang hati menerima semua konsekuensinya.

Ibu, belum selesai kesusahan ibu saat mengandungku, kini ibu harus menghadapi kenyataan yang lebih berbahaya, ibu harus mempertaruhkan nyawa ibu demi melahirkanku, dan saat aku lahir diiringi dengan tangisku, walaupun aku belum mengerti apa-apa, tapi aku yakin saat itu ibu pasti sangat senang, karena telah berhasil menjadi seorang ibu.

Ibu, kini telah berhasil melahirkanku, namun tugas berat telah menantimu, ibu masih memiliki tugas untuk membesarkanku, membibingku menjadi anak yang sholeh, baik, penurut, dan selalu di jalan allah. Aku tau ini bukanlah pekerjaan mudah, namun lagi-lagi ibu menjalankanya dengan ikhlas, tanpa mengharapkan balsan dari anakmu.

Hari-hari ibu lalui diiringi oleh tawa si putri kecil yang selalu engkau sayang, dengan sabar ibu menjagaku, ibu selalu bilang kalau aku adalah amanat dan titipan dari tuhan yang akan selalu ibu jaga, hingga titik darah penghabisan, jadi tidak akan mungkin ibu menyia-nyiakan aku.

Ibu, sosok paling tangguh yang pernah aku kenal, tak pernah sedikitpun ibu mengeluh saat menjagaku. saat aku kecil aku sering kali menyusahkan ibu. Disaat ibu lelah dan letih, tiba-tiba saja aku menangis karena ibu masih dengan sabar memberiku ASI, dan bahkan tengah malam di saat aku mengompol, ibu dengan rela bangun walau mata masih terasa berat, ibu paksakan untuk bangun hanya untuk mengganti popokku, semua dilakukan agar aku tetap nyaman untuk melanjutkan tidurku.

Ibu, dari hari ke hari putri kecilmu terus tumbuh, dan ibu mulai mengajarkanku cara berjalan, membangunkanku saat aku terjatuh, dengan sabar ibu terus mengajariku berjalan hingga kini akhirnya aku mampu berjalan tegap tanpa takut untuk terjatuh lagi.

Ibu, putri kecilmu kini mulai beranjak dewasa, mulai memahami apa arti hidup yang sesungguhnya, dan kini putri kecilmu yang telah tumbuh dewasa,  Melihatku tumbuh dewasa, terlihat binar kebahagiaan diantara kerutan wajah ibu. Namun, disaat aku ingin menggapai cita-citaku, aku harus rela berpisah dengan ibu, walau berat namun itu yang harus aku lakukan ibu, ini semua demi kebahagiaanmu ibu.

Saat itu, aku masih ingat sekali, saat aku akan pergi menuntut ilmu di negeri seberang, aku melihat air mata mengalir dari mata indah ibu  yang tak pernah ku lihat sebelumnya. Aku tau ibu sangat berat untuk melepaskan kepergianku, namun ibu harus percaya pada putrimu ini kalau semua akan baik-baik saja disana, dan sejauh apapun aku pergi, aku tetaplah putri kecilmu yang dulu.

Aku tau, gelisah cemas, khawatir selalu menyelimuti perasaan ibu, semua persaan itu muncul karena begitu besarnya rasa sayang ibu terhadapku. Tapi ibu tenanglah, hilangkan semua gelisah di hatimu, ibu percayalah padaku kalau aku akan selalu mengingat nasehatmu.

Walau dengan berat hati, akhirnya ibu melepaskan kepergianku dengan diiringi air mata yang tak henti-hentinya terus mengalir membasahi pipimu yang sudah mulai keriput termakan usia.

Tahun 2010 adalah tahun terberat buat ibu, karena ibu harus berpisah dengan anakmu ini untuk pertama kalinya, dan untuk pertama kalinya ibu harus menjalani hari-hari tanpa memandangku lagi untuk beberapa tahun kedepan, aku  tau ibu sangat tersiksa hidup tanpa aku, tapi percayala ibu, semua ini kulakukan untuk ibu yang sangat aku sayangi.

***

Hari-hari terus berganti, tak terasa sudah tiga tahun kita berpisah, dan selama tiga tahun ini ibu tak perah tau apa yang aku lakukan saat aku jauh dari ibu, yang ibu tau selama kita berpisah aku masih baik-baik saja dan selalu menjalankan nasehatmu, tapi kenyataanya kebebasan yang aku punya saat jauh dari ibu, membuatku seringkali berbohong, dan bahkan seringkali aku berkata kasar pada ibu, yang tentu saja ini membuat hati ibu terluka. Kecemasan ibu kini terbukti, Saat kita hidup terpisah, seperti sekarang ini membuat rasa sayang ku untuk ibu tak sebesar dulu lagi.

Aku masih ingat sekali, saat aku berkata kasar pada ibu, siang itu ibu meneleponku, maksud hati ingin menanyakan keadaanku dan juga karena ibu kangen padaku, tapi apa yang ibu dapat, bukan kata-kata yang bisa mengurangi kerinduan di hati ibu, melainkan kata-kata kasar yang keluar dari mulutku. “ibu, ngapain sih telpon, gak tau orang lagi capek apa, ganggu aja”, itulah salah satu kata kasar yang keluar dari mulutku. Namun ibu tetap saja sabar menghadapiku.

Semakin hari, kelakuanku semakin tidak benar, aku tak pernah lagi mendengar nasehatmu, setiap kali ibu telpon saat  kangen dan ingin ngobrol padaku saat, selalu saja aku tolak dengan berbagai alasan yang aku lontarkan, entah mau jadi apa aku kelak. Sosok putri kecilmu yang dulu manis, anggun, selalu mendengarkan nasehat ibu dan sangat menyayangi ibu, kini telah hilang, sirna. Yang ada hanya gadis jahat, sombong, angkuh, dan tak lagi menyayangi ibu.

Pergaulan bebas telah merubah anakmu ini, menjadi anak yang nakal, pembangkang dan tak lagi mendengarkan nasehat ibu. bahkan nasehatmu di anggap sebagai ocehan yang tak berguna dan hanya memakakan telinga. Jika ibu melihat langsung bagaimana tingkah laku dan perbuatankku tentu  akan menjadi pukulan berat bagi batin ibu. Harapan ibu untuk memiliki anak yang sholehah, sirna sudah.

***

Hari silih berganti, aku terus menjalani hidup dengan dunia kelamku ini, tanpa memikirkan dosa yang terus menggunung, aku selalu menikmati setia jengkal kehidupan yang aku anggap membahagiakan, namun sebenarnya menyesatkan kehidupanku ini. semua ini berjalan tentu tanpa sepengetahuan ibu. Dan setiap ibu telpon, dan menanyakan bagimana kuliahku, selalu aku jawab dengan kebohongan-kebohongan. Sepertinnya dari hari  ke hari hidupku selalu dipenuhi dengan kebohongan terhadap semua pertanyaan ibu.

Memang benar kata orang, kalau Ridho Allah tergantung pada Ridho Ibu, hidupku tak pernah bahagia setelah aku menyia-nyiakan ibu, tak lagi ada senyum yang mengembang dari bibirku, kebahagiaan yang aku rasakan saat ini terasa hampa, semua karena tidak disertai oleh Ridho ibu.

Hingga suatu malam ibu, Allah menegurku lewat mimpi, dalam mimpi itu aku menyaksikan, ibu pergi meninggalkanku untuk selamanya, Allah mengambil ibu dari sisiku, Allah tak lagi membiarkan aku terus menyakiti ibu. Melihat tubuh ibu terbujur kaku, aku menangis sejadi-jadinya. Aku teringat semua kebohongan yang aku lakukan terhadap ibu. Terus ku goyang-goyangkan tubuh ibu, berharap semoga ibu dapat hidup kembali, namun semua sia-sia, semua sudah terlambat, ibu sudah pergi, meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Aku terus berteriak memanggil-manggil nama ibu, tapi ibu tetap diam seribu bahasa, dari kejauhan terlihat sinar yang sangat terang, di balik sinar itu ku lihat ibu sedang berdiri sambil menatapku dengan senyuman, “ibu-ibu kembali, aku masih butuh ibu, ibu jangan tinggalin aku, aku mohon bu ibu jangan pergi”kataku sambil menangis, “anakku,ibu harus pergi jaga dirimu baik-baik ya”, ucap ibu singkat sebelum akhirnya menghilang dari pandanganku. “ibuuuuuuuuuuuuuu,,,,” teriakku di antara kegelapan.

Ibu, sejak mimpiku malam itu, aku teringat semua akan dosaku pada ibu, dan aku baru menyadari kalau dosaku terhadap ibu sangat besar, bahkan mungkin tuhan sangat murka padaku hingga tuhan mengancam akan mengambil ibu dari sisiku, jika aku terus menyakiti ibu.

Melalui surat berisi ungkapan hati ini aku memohon, Ibu maafkanlah atas kekhilafan yang dilakukan oleh putri kecilmu ini, putri kecilmu yang tak tau balas budi ini. aku percaya sebelum aku meminta maafpun, ibu telah memafkan aku lebih dulu, karena ibu adalah orang yang aling ikhlas dan pemaaf bagi anak-anaknya yang berbuat salah dan bahkan menyakiti hatinya.

Sekali lagi, melalui secuil untaian kata-kata dari ungkapan hati yang terdalam, maafkanlah putri kecilmu ini, dan bimbinglah kembali putri kecilmu ini agar kembali ke jalan yang benar, jalan yang ibu Ridhoi.

Dan di hari ibu kali ini, putri kecilmu mengaturkan doa kepada Tuhan, agar tuhan senantiasa menjagamu untukku saat aku tak lagi disisimu, aku  ingin ibu tau, kalau putri kecilmu yang kini telah menjadi gadis remaja ini sangat-sangat menyayangimu.

Bunda
Engkaulah muara kasih dan sayang
Apapun pasti kau lakukan
Demi anakmu yang tersayang
Bunda
Tak pernah kau berharap budi balasan
Atas apa yang kau lakukan
Untuk diriku yang kau sayang
Saat diriku dekat dalam sentuhan
Peluk kasihmu dan sayang
Saat ku jauh dari jangkauan
Doa mu kau sertakan
Maafkan diriku bunda
Kadang tak sengaja ku membuat remah hatimu terluka
Kuingin kau tahu bunda
Betapa kumencintaimu lebih dari segalanya
Kumohon restu dalam langkahku
Bahagiaku seiring doamu

Ini adalah lirik lagu erie susan yang berjudul Bunda, ibu harus tau, jika aku bisa bernyanyi, aku ingin sekali menyanyikan lagu ini untuk ibu, sebagai ungkapan besarnya rasa sayang dan ungkapan maafku pada ibu, namun karena putri kecilmu ini tidak bisa menyanyi, biarlah lirik ini mewakili suara hati putri kecilmu ibu.

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community ( http://www.kompasiana.com/androgini)

Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community(Link:https://www.facebook.com/groups/175201439229892/)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun