Selain itu, berbagai jenis kanker juga dapat terjadi seperti kanker anus, kanker payudara hingga kanker endometriosis. Perlu diketahui, pengobatan kanker saat ini diperlukan biaya yang mahal dan tingkat keberhasilannya masih kecil. Sehingga mencegah lebih baik daripada mengobati. Kemudian stress dan depresi, percayalah bahwa menjadi LGBT+ itu membohongi diri sendiri. Untuk merubah jenis kelamin, maka beberapa orang melakukan operasi dan penyuntikan hormone (esterogen atau androgen).Â
Penyuntikan hormone dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormone dalam tubuh, alhasil menjadi stress dan depresi. Stress dan depresi dapat membuat manusia menggunakan obat-obatan terlarang, dan alkhol. Stress dan depresi juga dapat menyebabkan rasa ingin bunuh diri. Maka dari itu, pembelajaran biologi harus hadir dalam menjelaskan perubahan sistem dalam tubuh akibat LGBT+.
Selain tiga mata pelajaran diatas, pencegahan LGBT+ dapat diintegrasikan pada mata pelajaran lainnya. Seperti, sosiologi, Pancasila, PJOK (Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan). Variasi pendekatan berbeda membantu siswa memiliki pemikiran terbuka dan kritis atas LGBT+ ini.Â
Kesimpulannya, pencegahan LGBT+ penting dilakukan sebagai upaya masyarakat untuk mempertahankan kelahiran dan mencegah kepunahan manusia itu sendiri. Selain itu, dampak psikologis dan kesehatan pada LGBT+ lebih banyak negatifnya. Sehingga peran pendidikan harus lebih serius dalam mencegah terjadinya LGBT+ baru, yang dimulai dari siswa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H