Mohon tunggu...
Risa Novianti
Risa Novianti Mohon Tunggu... -

mahasiswi ILMU KOMUNIKASI UIN_Sunan Kalijaga yang selalu berusaha lebih baik di setiap harinya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Di Mana Masa Mudamu?

6 Januari 2013   09:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:27 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengalaman mengajarkan kita banyak hal. Pengalaman juga guru terbaik dalam hdup ini. Maka jangan lupakan pengalaman-pengalaman yang sudah di lalui selama ini. Dan jangan remehkan pengalaman sekecil apapun. Pengalaman yang satu dengan yang lainnya tidak pernah sama. Itulah membuat Anda dan kita menjadi istimewa.

Begitu juga pengalaman saya yang belum tentu sama dengan pengalaman Anda, pembaca. Bukan membicarakan pengalaman. Hanya ingin saling mengingatkan, bahwa pengalaman yang telah kita alami mengajarkan kita banyak hal. Dan terdapat ilmu yang tidak akan rugi untuk dibagikan dan bermanfaat bagi orang lain.

Saya masih 21 tahun. Dan saya sebut saya muda, masih muda tepatnya. Saya bersyukur masih dapat mencicpi bangku kuliah dan akan saya manfaatkan dengan baik. Meski ini bukan ide saya. Setelah lulus Sekolah Menengah Kejuruan, saya melanjutkan kerja dan tidak berniat untuk melanjutkan keperguruan tinggi. Namun bersikeras ayah saya menuntun saya pada jalan yang tidak salah. Sedikit cerita tentang saya. Dan yang membuat ayah saya gigih agar saya melanjutkan keperguran tinggi adalah agar saya menunda pernikahan di usia muda atau terlalu dini. Membuat aku semakin  bangga pada ayahku.

Dan pengalam saya mengajarkan saya hal besar ini. Masih ingat sinetron Agnes “Pernikahan Dini”? Ya, cerita dalam sinetron tersebut tentang pernikahan muda atau dini yang terjadi karena pergaulan bebas atau karena hamil di luar nikah. Sudah begitu lama sinetron itu, namun dampak besar telah terjadi saat ini dan mirip dengan kasus akibat pergaula bebas.

Pernikahan di lakukan oleh pria dan wanita yang berusia di atas 18 tahun. Saling cinta dan sudah lebih dari cukup untuk mampu berkeluarga. Namun dalam realitanya, usia bukan lagi menjadi patokan dan panutan untuk mereka yang ingin menikah. Hanya menuruti kemauan dan kesenangan semata.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan dibawah umur atau terlalu dini. Lingkungan bergaul dan keluarga juga salah satu faktornya. Teman bermain dan kebiasaan yang melebihi kemampuan usia tak luput membuat anak yang masih belajar beralih dunia yang lain. Ekonomi juga sering orang tuatuturkan dalam menjelaskan kenapa anak usia belia sudah menikah dan memiliki anak.

Saya lebih tertarik pada faktor pergaulan bebas yang mengakibatkan mereka memutuskan untuk menikah dini. Melihat kenyataan bahwa anak SD sudah mengenal istilah pacaran dan suka. Cukup memusingkan  untuk orang tua yang memiliki anak usia produktif. Perlu perhatian ketat dan pengawasan ekstra dari orang tua.

Kembali ke pengalaman, berdasarkan cerita teman yang menikah muda dan sudah memiliki anak. Mereka terlalu bebas dalam pergaulannya. Memang tidak di pungkiri, tentang pernyataan bahwa pernikahan dini yang dilakukan dikarenakan hamil di luar nikah dan karena pernikahan yang sudah melakukan hubungan seks.

Usia antara 18-20 memang usia rawan bagi wanita dan yang di mabuk asmara. Karena mengatasnamakan cinta mereka melakukan hubungan yang tidak selakyaknya dilakukan diluar nikah dan dalam usia yang terlalu muda. Tidak memikirkan akibatnya, karena usia muda hanya mementingkan kesenangan semata.

Hingga akhirnya mereka sendiri yang menanggungnya. Melakukan hubungan intim diluar nikah dan menikah tanpa persiapan karena takut kehamilan yang semakinmembesar. Dan usia muda tersebut harus merasakan sakitnya melahirkan secara normal atau cesar. Dan berlanjut harus bisa merawat bayi, itu tugas sang ibu muda. Sedangkan sang bapak muda harus berpikir keras mencaarikan nafkah untuk keluarga kecilnya. Sedangkan hanya lulusan SMA atau bahkan SMP.

Beruntung jika mereka dari keluarga berada dan bermateri, namun beda nasib jika mereka hanya dari keluarga pas-pasan atau kurang mampu yang malah menambah beban keluarga. menjadi cermin untuk aku dan teman yang berbagi pengalaman.

Saat berpacaran, sang wanita takut jika ditinggalkan oleh sang pria. Makan dari itu, sang wanita hingga rela menyerahkan kehormatannya demi sang pria. Saya sempat melakukan survey terhadap teamn saya. Bahwa kelanggengan hubungan mereka dikarenakan sudah melakukan hubungan intim tersebut. Dan wanita berfikir pacarnya tidak akan meninggalkannya. Karena sudah besar pengorbanan sang wanita.

Namun kenyataan nihil, banyak juga wanita yang tetap ditinggalkan dan harus menanggung malu sendiri. Namun ada juga yang tetap bertahan dengan segala resiko dan komitmen yang dibuat pasangan tersebut. Bukan hal mudah mempertahankan suatu hubungan tapi bukan dengan jalan yang salah seperti itu.

Saya senang mengenal mereka dengan berbagai konflik hidup masing-masing. Yang mengajarkan ku lebih dari pengalamanku sendiri. Aku tidak pernah membeci mereka dan kesalahan mereka hanya ingin melihat mereka bahagia suatu hari nanti. Semoga pengalaman saya tentang teman-teman saya menginsprasi Anda dan bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun