Mohon tunggu...
Risal Sadoki
Risal Sadoki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Catatan biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagaikan Tangan Setan (Bagian 8)

3 Oktober 2024   21:11 Diperbarui: 3 Oktober 2024   21:36 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sambil menunggu waktunya tiba, saya memutuskan untuk berjualan buku. Terinspirasi dengan banyak tokoh yang sering ditulis di berbagai banyak buku novel yang pernah saya baca, salah satunya dalam buku "Pejalan Anarki" yang ditulis oleh Jazuli Imam.

Paling tidak, saya tidak membuka peluang pada kepengecutan. Di sisi lain, berjualan buku di kampus hari hari ini adalah tragedi. Belakangan ini, hampir sebagian besar orang-orang tidak lagi gemar membaca buku. Toko buku di kota ini secara perlahan gulung tikar. Aktivitas mahasiswa di lingkungan kampus justru cenderung lebih membuka ruang pada kesian siaan.

Mau bagaimana lagi, kampus mempunyai ambisi dalam mencetak mahasiswa yang individualistik. Di sejumlah ruang kita terhegemoni dengan doktri kejinakan, semuanya terkungkung pada satu model yang sama, "jinak, tidak perlu melawan".

Merujuk dalam buku yang tulis oleh "Mahbub "Djunaidi yang bertajuk, "politik tingkat tinggi kampus". Baginya, mahasiswa nggak sekedar intelektual muda. Ia harus "LIAR" dalam rasa empatinya pada kepentingan orang banyak, enggak sekedar koar koar, meluap luap dan kritis mata. 

Kalau dia masih ada, yang pastinya saya akan bilang begini ke beliau, "Di kota saya, mahasiswanya malas baca buku, malas berdiskusi, akhirnya lupa dengan keberadaannya sebagai mahasiswa. Ada juga sebagian kecil yang suka baca buku, suka berdiskusi, tapi minim dalam pelaksanaan teori".

Kalaupun sudah demikian, tentu keberadaan mahasiswa hari ini perlu diperiksa, digeledah, serta dievaluasi secara keseluruhan. Ternyata ada yang menyeludup masuk secara diam diam, mereka tidak mau kalau semua mahasiswanya sadar. Ini jelas, semuanya bermuara pada kepentingan neoliberalisme. 

Di sisi lain, tentunya ini bisa memicu saya untuk berhenti berjualan buku, belum lagi saya dikuras dalam pita kapitalisasi pendidikan, yang menganggu saya tanpa henti, ganas, bagaikan tangan setan yang datang secara tiba-tiba dan mencekik leher saya. 

__________________________

Catatan ini adalah lanjutkan dari catatan sebelumnya (bagian 7). "HARI HARI YANG BERLALU" merupakan catatan yang ingin saya tulis di akhir studi kali ini. 

Risal Sadoki | Catatan Biasa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun