Mohon tunggu...
Risa Laili Dwi Siami
Risa Laili Dwi Siami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Prodi D4 Administrasi Negara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kubeli Secarik Kertas dengan Keringatku

29 Februari 2024   10:47 Diperbarui: 29 Februari 2024   10:56 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kubeli Secarik Kertas dengan Keringatku

Oleh : Risa Laili Dwi Siami

Bunyi jam tangan seakan terdengar lebih kencang dari biasanya, mengalahkan suara bising ucapan manusia-manusia yang sedang bincang serius dari berbagai arah “tick…tick…tick…” selantun dengan detak jantungku yang mulai berdebaran, tanpa sadar ada sosok perempuan jilbab hitam menghampiri dan menepuk pundakku dengan lembut “astaga bentar lagi giliranmu masuk ke ruangan penguji kan?” tanya dia padaku namun apa yang aku lakukan dengan pertanyaannya, aku bahkan tidak menoleh ke arahnya dan langsung menuju ke ruangan entah setan apa yang masuk pada diriku saat itu.Tanganku basah, wajahku pucat padahal berangat sudah bersolek untuk persiapan foto bersama sahabat-sahabatku yang datang pada hari ini untuk menemaniku jika nanti usai keluar dari ruangan interogasi dari para penguji.

Suasana apa ini,layak sekali bertebaran di sosial media banyak mahasiswa/mahasiswi yang tumbang dengan suasana yang cukup mengecam mental ini sampai pingsan.Tatapan penguji yang tidak ramah ,bibir menciut ,alis bertumpuk menjadi satu, tangan mencoba membola-balik kan kertas yang kucetak di tempat penuh antrian itu.   Di sudut lain ada perasaan yang mendorongku untuk terus maju, aku tidak selemah itu untuk tumbang di hadapan 3 algojo ini kan… Mungkin ini salah satu caraku menguatkan diriku sendiri, sontak sekilas aku mengingat perempuan yang menghampiriku tadi yang belum aku beri respon atas pertanyaannya “Astagfirullah” ucapku yang lumayan keras cukup mengagetkan 3 orang di depanku ini. “Mmmm maaf, silahkan dilanjut crosscheck nya bapak “ ku tepuk jidatku bisa-bisa nya saya ngelamun di saat-saat seperti ini.Suhu AC tertera 17 derajat, hampir mendekati suhu paling dingin namun keringat terus bercucuran melewati alis pedang lalu jatuh ke pipi sampingku.kalau dipikir-pikir banyak sekali keringat yang ku buang untuk memperjuangkan selembar kertas dan gelar di belakang namaku, aku harus bekerja dari sore hingga tengah malam untuk bisa bertahan hidup di tanah orang, hari sabtu dan minggu kuhabiskan dengan di tempat CFD alun-alun Surabaya  bukan sebagai pengunjung CFD melainkan penjual yang turut meramaikan CFD.Mungkin kalau ditampung keringatku seberapa ya jika dihitung dari semester satu ,satu ember mungkin ada kali ya..tak sadar aku tersenyum tipis bangga pada diriku.Terima kasih diriku sudah sampai di titik ini…Mungkin aku salah dalam mebahasakannya “membeli sebuah ijazah dengan keringat” tidak, aku tidak membelinya melainkan memperjuangkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun