Mohon tunggu...
Ris Tan
Ris Tan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Alumni Farmasi Universitas Indonesia dan Seoul National University.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dermatologist Tested? Hypoallergenic? Label Sesat Produk Kosmetik

11 Juni 2013   18:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:11 8645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://crisbaysauli.files.wordpress.com/2012/05/20120505-104508.jpg?w=630

[caption id="" align="aligncenter" width="431" caption="http://www.krishnaprinternational.com/Images/IndustryImages/Cosmetics2_Large.jpg"][/caption]

Beberapa waktu lalu secara kebetulan saya berbincang-bincang dengan seorang teman mengenai produk kosmetik yang dipakainya. Maka muncullah beberapa istilah seperti dermatologist tested, hypoallergenic, irritant-free, clinically proven, dll yang sering tercantum di kemasan produk kosmetik. Saya juga ingat ketika dulu pernah nyambi di retail farmasi dan kosmetik, label-label demikian merupakan salah satu alat marketing untuk menarik konsumen. Apakah benar klaim label-label tersebut?

Hypoallergenic

Hypoallergenic dan dermatologist tested mungkin adalah dua istilah yang paling sering ditemukan pada produk kosmetik. Hypoallergenic berarti ‘kurang bersifat alergik’ dan sering dipersepsikan sebagai tidak menyebabkan alergi oleh banyak orang. Secara medis, tidak dikenal definisi hypoallergic dan istilah ini merupakan istilah yang dibuat oleh perusahaan kosmetik dalam mengiklankan produknya. Awalnya, produk hypoallergenic adalah produk kosmetik yang dibuat dari bahan-bahan yang dikenal jarang/kurang/tidak berpotensi/tidak diketahui menyebabkan alergi pada kulit. Yang perlu diketahui adalah bahwa tidak ada satu bahan baku pun yang non-allergenic dan tidak dikenal satu pun metode untuk mengelompokkan suatu produk kosmetik hypoallergenic. Dalam mencantumkan klaim tersebut, perusahaan kosmetik tidak perlu melampirkan hasil pemeriksaan hypoallergenic ketika mereka meregistrasi produknya. Dasarnya adalah bila suatu produk kosmetik dipakaikan pada sekelompok subjek, bila tidak muncul reaksi alergi, maka disebut hypoallergic. Bagaimana bila muncul reaksi kulit merah atau iritasi? Gampang, tukar saja subjeknya atau diakali bagaimana caranya supaya memenuhi syarat, karena toh hasilnya tidak perlu dipublikasikan. Singkat cerita, validitas adalah tanda tanya besar.

[caption id="" align="aligncenter" width="205" caption="http://crisbaysauli.files.wordpress.com/2012/05/20120505-104508.jpg?w=630"][/caption] Dermatologist testedatau dermatologist recommended

Suatu produk disebut dermatologist tested bila suatu produk telah diujicoba oleh seorang dermatologis (dokter kulit) dan ‘terbukti’ tidak menyebabkan iritasi kulit, misalnya. Memang perusahaan kosmetik tidak berbohong terhadap klaim ini, tetapi pertanyaannya adalah, apakah ada metode standard pengujian? Dermatologis mana? Apakah prosedurnya bisa diakses? Jelas informasi demikian tidak bisa kita dapatkan karena bila suatu perusahaan kosmetik memberikan produknya pada seorang dermatologis (yang entah siapa), kemudian si dermatologis mencobakan produk ke kulitnya atau satu dua orang pasiennya, maka klaim dermatologist tested sudah dapat dipakai. Apakah dipakaikan pada pasien dengan kulit sensitif atau pasien sehat? Apakah dermatologisnya mendapatkan kompensasi atas jasanya? walahualam.

[caption id="" align="aligncenter" width="470" caption="http://www.vivawoman.net/wp-content/uploads/2010/03/Dermatologist-Tested.jpg"]

[/caption]

Clinically Proven

Label ini mungkin adalah yang paling menggelikan. Tidak ada satu pun kosmetik yang melalui uji klinik sehingga pantas disebut clinically proven. Logikanya sangat tidak masuk akal, untuk apa suatu produk kosmetik melakukan uji klinik yang mahal dan melelahkan serta tidak diperlukan untuk mendapat izin edar?

Hal yang sama juga berlaku untuk irritant-free, gentle care, dan istilah-istilah lain yang menunjukkan keunggulan produk. Belakangan malah semakin parah dengan munculnya istilah organic. Makanan yang disebut organik ada regulasinya, tetapi tidak ada regulasi ‘organik’ untuk produk kosmetik. Perhatikan ‘organik’ di sini lebih mengacu pada ‘alami’. Beberapa produk juga memakai istilah natural. Bahkan kalau benar-benar memakai bahan alami/natural sekalipun, bahan-bahan tersebut tetap saja harus diolah dengan serangkaian proses yang melibatkan banyak bahan-bahan kimia sehingga jangan sampai Anda membayar mahal untul klaim yang hanya dibuat-buat.

Jadi, bagaimana cara mengetahui kualitas kosmetik?

Bila Anda punya kulit sensitif atau riwayat alergi, cara yang paling baik adalah kenali penyebab alergi Anda. Tidak ada jaminan produk hypoallergenic atau dermatologist tested lebih berkualitas dari yang tak berlabel. Satu-satunya cara adalah membaca komposisi produk kosmetik dan kenali bahan-bahan yang menyebabkan anda alergi. Produk kosmetik dengan komposisi yang tidak terlalu banyak bisa menjadi pilihan, bukan karena masalah kualitas, tetapi bila terjadi alergi, anda dapat lebih mudah (dengan bantuan dokter/apoteker) mengidentifikasi penyebab alerginya.

Satu-satunya klaim yang bisa dijadikan jaminan mutu adalah American Academy of Dermatology Seal of Recognition, yang dikeluarkan oleh Asosiasi Dermatologi Amerika yang beranggotakan dermatologis dari berbagai negara. Untuk mendapatkan award ini, data-data pengujian produk kosmetik dipelajari oleh sekelompok tim ahli AAD dan harus memenuhi seperangkat kriteria evidence-based AAD. Memang tidak banyak produk yang memiliki klaim ini tetapi lumayanlah biar pembaca sekalian tahu bahwa hanya AADSR ini yang bisa dijadikan patokan atas jaminan mutu suatu kosmetik. Perlu diingat AADSR bukan merupakan suatu keharusan, tetapi hanya sejenis pengakuan saja.

[caption id="" align="aligncenter" width="403" caption="Perhatikan label AAD Seal of Recognition di pojok kiri bawah (http://www.rxskincenter.com/v/vspfiles/photos/amge-008-2.jpg)"][/caption]

Akhir kata, besok-besok bila Anda ditawarkan produk kosmetik dengan label-label tersebut di atas dijadikan sebagai alat marketing oleh dokter kulit, apoteker, atau sales promotion girl di outlet-outlet, jangan takut untuk menyanggah klaim yang salah tersebut.

Ris Tan Your Future Friendly Pharmacist :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun