Mohon tunggu...
Ris Tan
Ris Tan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Alumni Farmasi Universitas Indonesia dan Seoul National University.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sekilas Pengembangan Obat Baru dan Tren

27 Februari 2014   22:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:24 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.scilogs.com/import-data/images/11/clinical%20trials.jpg

[caption id="" align="aligncenter" width="618" caption="http://www.scilogs.com/import-data/images/11/clinical%20trials.jpg"][/caption] Mungkin sudah tidak asing lagi bahwa pengembangan obat baru memerlukan waktu yang sangat panjang dan biaya yang benar-benar tidak sedikit. Tetapi selama kurun waktu yang bisa mencapai belasan tahun tersebut, apa sih yang sebenarnya dikerjakan? Melibatkan beberapa pihak seperti perusahaan farmasi, regulator, universitas, dan CRO (Clinical Research Organization), pengembangan obat baru terdiri dari dua kelompok besar, yaitu uji preklinik dan uji klinik. Terdapat berbagai jenis bidang keilmuan yang terlibat tetapi pada dasarnya semua mengarah pada tiga tujuan utama, yaitu menghasilkan obat yang memenuhi kriteria quality, safety, dan efficacy. Secara umum, hampir sebagian besar biaya riset obat ditujukan untuk memperoleh bukti2 bahwa obat AMAN dan EFEKTIF (safety/efficacy) Uji preklinik pada prinsipnya adalah pengujian pada hewan (tikus, mencit, anjing, kelinci, monyet, dll). Walaupun terdapat uji2 yang menjamin efektifitas suatu obat, hal yang paling utama dari uji preklinik adalah memastikan bahwa kandidat obat aman pada hewan dalam kurun waktu tertentu. Data profil keamanan obat pada hewan akan digunakan untuk mendesign uji klinik pada manusia. Sementara untuk bagian 'efektifitas', tentu saja hal yang sama juga dilakukan pada hewan tetapi ketidaksesuaian antara efektifitas di hewan dengan di manusia sering sekali terjadi. Ini salah satu sebab mengapa penelitian pada hewan dengan judul 'ekstrak A berpotensi sebagai obat kanker' tidak serta merta menjadi berita besar di kalangan profesional. Uji klinik terdiri dari 3 tahap, yaitu fase I, II, dan III. Tidak terdapat batasan yang jelas apa-apa saja yang harus dilakukan di tiap fase tetapi pada dasarnya fase I bertujuan mengevaluasi keamanan obat pada manusia sehat, dari dosis yg kecil hingga dosis maksimum berdasarkan data dari uji pada hewan. Di fase I, apakah obat efektif atau tidak bukanlah hal yang penting. Di fase II, efektifitas obat (juga keamanan) diuji pada sekelompok kecil manusia yg menderita penyakit target. Pada fase III, lebih kurang sama dengan fase II tetapi pada kelompok yang lebih besar. Hasil uji klinik fase III lah yang akan menentukan apakah regulator (seperti badan POM) akan memberikan izin marketing (data exclusivity) dari terhadap suatu obat.  Biasanya izin marketing ini berkisar dari 5-12 tahun dimana dalam kurun waktu tersebut tidak boleh ada perusahaan lain yang mendistribusikan (menjual) obat tersebut. Periode inilah yang sering disalahartikan sebagai 'masa patent' obat. Selain data exclusivity, patent adalah komponen kedua yang dapat dipakai untuk memperpanjang umur obat sebelum obat generik bisa masuk ke pasar. Setelah dipasarkan, terdapat uji lain yang sering disebut uji klinik fase IV atau post-marketing study, dimana obat diawasi selama setidaknya 5 tahun terutama terhadap efek-efek yang tidak muncul selama uji klinik. Apa yang menjadi trend saat ini Walau memiliki visi dan misi yang kinclong-kinclong, pada dasarnya yang namanya perusahaan pasti berorientasi pada profit. Penyakit-penyakit yang menjadi trend saat ini adalah penyakit-penyakit kronis terutama yang masih belum tersedia obat efektif dan aman seperti alzheimer, parkinson, dementia, dll. Selain itu penyakit-penyakit orphan (rare disease) yang jumlah pasiennya relatif sedikit. Biasanya untuk orphan disease, terdapat beberapa keistimewaan secara regulasi dan obat dapat dijual dengan harga yang sangat mahal (misalnya 50 juta rupiah per bulan pemakaian). Obat-obat dengan 'umur panjang' (artinya proteksi paten/exclusivity banyak atau lama), obat-obat yang harus dikonsumsi seumur hidup, obat dengan jumlah pasien besar terutama di negara-negara utama (US, Eropa, Jepang, dan belakangan China) adalah primadona bagi perusahaan-perusahaan farmasi yang mengembangkan obat baru. Makanya jangan heran jarang sekali perusahaan yang mengembangkan antibiotik (karena masa pakai sangat singkat sekitar 1-2 minggu serta mudah terjadi resistensi sehingga umur obat pendek) atau obat-obat malaria (yang sebagian besar pasiennya ada di afrika yang miskin). PS: sumber dari pengalaman pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun