Mohon tunggu...
Riri Satria
Riri Satria Mohon Tunggu... profesional -

Meminati topik manajemen strategis, ekonomi digital dan kreatif, serta teknologi informasi | penyuka puisi dan sastra pada umumnya | Admin pada komunitas Dapur Sastra Jakarta | Founder and CEO pada Value Alignment Group, sebuah lembaga konsultan dan riset bidang manajemen dan organisasi | Dosen Program Magister Teknologi Informasi Universitas Indonesia dan Magister Manajemen PPM | sedang menempuh pendidikan Doctor of Business Administration (DBA) pada Paris School of Business di Paris, Perancis | lahir di Padang - Sumatera Barat tanggal 14 Mei 1970

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Sinergi ala Nasi Ramas Padang

20 Juli 2017   16:39 Diperbarui: 20 Juli 2017   16:46 999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Anda pernah membeli nasi bungkus di Restoran Padang? Kalau di Padang, nasi bungkus ini dikenal dengan istilah nasi ramas. Bahkan di beberapa restoran, terutama yang berada di Ranah Minang, kalau kita membeli nasi ramas bungkus maka porsi nasinya jauh lebih banyak daripada makan di restorannya. 

Masakan Padang pun bervariasi seperti masakan khas Kapau, Pariaman (yang banyak ikannya), dan sebagainya. Kalau kita membelinya di Restoran Padang di luar Sumatera Barat seperti di pulau Jawa, maka bisa dipastikan rasanya sudah mengalami penyesuaian, apalagi kalau sudah di luar negeri.

Kalau kita membeli nasi bungkus atau nasi ramas di Restoran Padang maka kita akan mendapatkan nasi dengan racikan berbagai lauk dan bumbu. Oh ya, jangan beli nasi dalam bungkus kotak seperti yang banyak atau populer saat ini, karena lauk, sayur, dan bumbunya pasti dipisah dan kita harus meracik sendiri sesuai dengan selera kita. Nah, nikmatnya rasa nasi ramas Padang ini terletak pada racikan berbagai bumbu yang sudah ada di etalase atau pajangan.

Kita bisa saja memesan nasi bungkus dengan lauk ayam goreng atau apa saja, maka kita akan diberikan sebungkus nasi ramas dengan lauk pesanan itu plus bumbu rendang, sayur, kuah gulai, dan sebagainya. Kepiawaian si pelayan meracik inilah yang menjadi keunggulan restoran untuk menghasilkan rasa nikmat yang diiginkan pembeli. Tetapi kalau salah meraciknya, maka hasilnya pun bisa tidak karuan, dan alih-alih mendatangkan rasa yang nikmat, justru menghilangkan nafsu makan.

Menurut hemat saya, inilah filosofi dasar dari konsep sinergi. Ibarat masakan Padang, ada ayam goreng, rendang, sayur, gulai telor, gulai daging cincang, dan sebagainya, semua memiliki wujud dan rasa yang berbeda. Kita bisa saja menikmatinya satu demi satu secara terpisah, namum ternyata jika digabungkan dengan racikan yang pas, maka akan menghasilkan kenikmatan makan yang tinggi. 

Begitulah sumber daya manusia (SDM) di dalam perusahaan atau organisasi. Banyak personel terdapat di dalam organisasi dengan latar belakang yang berbeda dari sisi budaya, pendidikan, kompetensi, dan sebagainya. Kemampuan pimpinan untuk meracik berbagai personel dengan berbagai latar belakang itu sehingga menghasilkan sesuatu yang dahsyat adalah kunci dasar membangun sinergi. Apalagi jika ditambahkan dengan sumber daya teknologi, finansial, dan sebagainya. Maka hasilnya adalah suatu kekuatan besar.

Tetapi sebaliknya, jika si pimpinan gagal meracik semua potensi ini, maka akan muncul konflik yang tentu mengarah kepada kondisi tidak produktif di dalam perusahaan atau organisasi. Inilah prinsip dasar kemampuan manajerial dan kepemimpinan, yaitu meracik semua potensi yang ada membentuk suatu sinergi yang dahsyat untuk mencapai tujuan bersama.

Semua memang bermula dari mindset, apakah seorang pemimpin melihat perbedaan pada semua sumberdaya ini sebagai suatu masalah, atau suatu potensi besar yang siap untuk disinergikan? Jika perbedaan dianggap sebagai suatu masalah, maka kita akan cenderung menghilangkan perbedaan dengan menyeragamkan. Tetapi jika kita melihat perbedaan sebagai suatu potensi, maka kita tentu akan berpikir bagaimana mensinergikan semua potensi ini dengan suatu racikan yang dahsyat.

Saat saya mendiskusikan hal ini dengan seorang sahabat maka dia pun berkomentar, "Ah, manajemen SDM tidak semudah manajemen nasi bungkus lah, Ri". Ya benar! Tentu tidak semudah itu. Tetapi filosofinya berpikirnya yang penting.

Mungkin karena saya berasal dari Ranah Minang, maka saya punya prinsip "alam takambang jadi guru". Kita bisa belajar dari apapun di alam ini. Sesungguhnya dalam banyak fenomena, ada suatu underlaying philosophy yang sama.

Kali ini saya pun mengangkat filosofi nasi ramas Padang untuk sinergi sumber daya .. hehehe ..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun