Pandangan positivisme hukum dan sociological jurisprudence
Dalam menganalisis kasus ini, pandangan positivisme hukum dan sociological jurisprudence akan memberikan pendekatan yang berbeda:
Pandangan Positivisme Hukum
   Positivisme hukum berfokus pada hukum sebagaimana yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan dan mengabaikan faktor-faktor moral atau sosial di luar teks hukum. Pendekatan ini hanya menilai apakah tindakan para tersangka sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang ada. Berikut adalah analisis dari sudut pandang positivisme hukum:
- Kepatuhan pada Hukum: Positivisme hukum akan menilai tindakan para tersangka berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, khususnya Pasal 39 Jo Pasal 25 dan Pasal 40 Jo Pasal 37. Jika mereka mengalihkan dana zakat yang seharusnya disalurkan kepada mustahik untuk keperluan lain, hal ini melanggar aturan yang jelas dalam undang-undang tersebut.
- Hukuman dan Sanksi: Berdasarkan analisis positivisme hukum, tindakan para tersangka yang mengalihkan dana zakat ke rekening perimbangan dan menggunakannya untuk kegiatan yang tidak sah jelas melanggar peraturan yang ada, dan mereka harus dikenakan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang, yaitu hukuman penjara hingga 5 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
- Fokus pada Teks Hukum: Positivisme hukum tidak akan mempertimbangkan alasan atau konteks sosial di balik tindakan para tersangka. Dalam kasus ini, fokusnya adalah apakah tindakan tersebut melanggar hukum yang tertulis. Karena pengalihan dana zakat tidak sesuai dengan syariat Islam dan peruntukan yang diatur dalam undang-undang, tersangka dianggap bersalah murni berdasarkan pelanggaran teks hukum.
Pandangan Sociological Jurisprudence
Aliran sociological jurisprudence menekankan pentingnya memahami hukum dalam konteks sosial dan realitas masyarakat. Hukum tidak dilihat sebagai aturan yang statis, tetapi harus dipahami dalam hubungannya dengan kepentingan sosial, perilaku manusia, dan lingkungan sekitarnya. Dari perspektif ini, analisis akan mencakup lebih banyak faktor dari sekadar hukum tertulis:
- Konsekuensi Sosial dan Tujuan Zakat: Sociological jurisprudence akan melihat bahwa zakat memiliki fungsi sosial untuk membantu masyarakat yang membutuhkan (mustahik). Tindakan para tersangka yang mengalihkan dana zakat dari peruntukan mustahik ke kegiatan lain yang tidak terkait dengan tujuan sosial zakat akan dinilai sebagai tindakan yang mengganggu keseimbangan sosial dan tujuan utama zakat dalam Islam.
- Faktor Kelembagaan dan Pengawasan: Pendekatan ini juga akan mempertimbangkan kelembagaan Baitul Mal dan peran para pejabat dalam mengelola dana zakat. Apakah ada celah dalam sistem pengawasan dan transparansi di Baitul Mal yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dana zakat? Sociological jurisprudence menekankan bahwa hukum tidak bisa dipisahkan dari kondisi kelembagaan dan mekanisme pengawasan dalam masyarakat.
- Kepentingan Publik: Analisis ini akan menimbang bagaimana tindakan para tersangka memengaruhi kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola zakat. Jika masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi seperti Baitul Mal karena tindakan ini, dampak sosial jangka panjangnya akan memengaruhi pengumpulan zakat, yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang membutuhkan.
- Konteks Kultural dan Religius: Sociological jurisprudence juga akan mempertimbangkan konteks kultural dan religius di Aceh, yang sangat kental dengan syariat Islam. Pengalihan dana zakat ke kegiatan yang tidak berhubungan dengan kepentingan agama atau sosial tidak hanya melanggar undang-undang, tetapi juga nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi di Aceh. Hal ini menciptakan disonansi antara hukum dan nilai sosial masyarakat setempat.