Mohon tunggu...
Ririn Susanti
Ririn Susanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hallo!! saya mahasiswa HES UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

"Dari Rumah Hijau ke Ruang Hukum: Analisis Filsafat Hukum Positivisme dalam Perampokan Maut di Rumah Hijau Pamijahan."

24 September 2024   08:53 Diperbarui: 24 September 2024   22:55 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Mazhab positivisme hukum memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat yang tidak ada kaitannya dengan moral, etika dan keadilan. Mazhab hukum positivisme adalah aliran filsafat hukum yang memiliki beberapa pandangan, di antaranya: 

  • Hukum dianggap sebagai perintah yang berdaulat, sehingga dapat menciptakan kepastian hukum. 
  • Hukum harus dipisahkan secara tegas dari moral, yaitu antara hukum yang berlaku dengan hukum yang seharusnya. 
  • Hukum yang tertulis sangat diagungkan karena diyakini bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif. 
  • Ilmu hukum tidak membahas apakah hukum positif itu baik atau buruk, dan tidak pula membahas soal efektivitas hukum dalam masyarakat.

     Dalam realitanya terdapat banyak kasus hukum yang dapat kita analisis dengan menggunakan cara pandang filsafat hukum positivism misalnya pada kasus perampokan maut di rumah hijau Kampung Cimayang, Desa Cimayang, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Rabu (18/9/2024). Peristiwa ini menyuguhkan berbagai elemen yang dapat dianalisis melalui perspektif filsafat hukum positivisme, yang berfokus pada hukum tertulis dan relevansi sosialnya. Dalam konteks ini, analisis akan mempertimbangkan undang-undang yang berlaku dan fakta-fakta yang terungkap di lapangan. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai unsur hukum yang terlibat dalam perampokan. 

     Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), perampokan didefinisikan sebagai tindakan kriminal yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Tindakan pelaku, D (30 tahun) dan kawan-kawannya, yang melakukan penganiayaan terhadap HS dan keluarganya, jelas memenuhi unsur tersebut, di mana kekerasan fisik digunakan untuk mencapai tujuan mengambil barang-barang berharga.

     Perencanaan yang dilakukan oleh para pelaku menunjukkan bahwa tindakan ini bukan sekadar impulsif, melainkan sebuah kejahatan yang telah direncanakan. Dalam perspektif hukum, hal ini memungkinkan penerapan pasal mengenai kejahatan terorganisir, yang memberi sanksi lebih berat bagi para pelaku. Ini menunjukkan bahwa pelaku memiliki niat jahat yang terencana, yang menjadi aspek penting dalam penegakan hukum. Hubungan antara korban dan pelaku juga menambah kompleksitas analisis ini. 

     Mereka saling mengenal, menciptakan dimensi psikologis yang berbeda, di mana konflik pribadi menjadi pemicu kejahatan, berbeda dengan pandangan umum bahwa perampokan biasanya dilakukan oleh orang asing. Aspek utang dalam kasus ini turut menyoroti dinamika ekonomi yang berperan. Ketidakmampuan D untuk membayar utang berujung pada tindakan kriminal. 

     Dari perspektif hukum, situasi ini mengingatkan kita akan pentingnya perlindungan hukum bagi individu yang terjebak dalam utang. Sistem hukum seharusnya mengatur mekanisme penyelesaian utang yang adil agar tidak memicu tindakan kriminal. Kekerasan yang dialami oleh HS dan keluarganya mencerminkan isu yang lebih luas mengenai perlindungan hukum bagi korban kejahatan. Hukum harus mampu memberikan rasa aman bagi masyarakat, dan kasus ini menunjukkan adanya kegagalan dalam sistem perlindungan tersebut, menekankan perlunya penegakan hukum yang efektif untuk mencegah terjadinya kejahatan serupa. 

     Peran media sosial dalam menyebarkan informasi mengenai rumah tersebut tidak dapat diabaikan. Meskipun pihak kepolisian membantah bahwa perampokan ini dipicu oleh konten house tour, fenomena ini menunjukkan bagaimana informasi dapat mempengaruhi tindakan individu. 

Dalam perspektif hukum, hal ini menciptakan tantangan baru dalam mengatur dampak informasi di media sosial terhadap perilaku kriminal. Penanganan kasus ini oleh aparat kepolisian juga menjadi sorotan penting. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memberikan keadilan bagi korban. Dalam konteks ini, hukum positif harus berfungsi secara efektif, dengan tindakan yang jelas dan transparan dalam mengusut kasus ini agar memberikan efek jera kepada pelaku.

     Dampak sosial dari perampokan maut ini sangat signifikan, di mana masyarakat akan merasa tidak aman, yang berpotensi memicu keresahan di lingkungan sekitar. Oleh karena itu, langkah-langkah preventif dari pihak kepolisian dan instansi terkait sangat penting untuk mengembalikan rasa aman masyarakat. Kasus ini menjadi pengingat akan perlunya sinergi antara hukum, penegakan hukum, dan perhatian sosial untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman.

     Dari contoh kasus diatas, Mazhab hukum positivisme memiliki pengaruh yang erat dengan penegakan hukum di Indonesia. Namun, mazhab ini juga memiliki beberapa kekurangan, seperti: 

  • Kekakuan hukum : Mazhab positivisme dapat menyebabkan kekakuan hukum yang dianggap tidak mampu menciptakan keadilan yang sesungguhnya. 
  • Hukum sebagai alat : Mazhab positivisme dapat membuat hukum menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan pemerintah dan menggebuk lawan politik. 
  • Hukum tidak melihat manfaat dan keadilan : Mazhab positivisme hanya melihat aspek nyata dari peraturan perundangan, tanpa melihat manfaat dan keadilan yang ingin dicapai. 
  • Hambatan pencarian kebenaran dan keadilan : Mazhab positivisme dapat menghambat pencarian kebenaran dan keadilan yang benar sesuai dengan hati nurani. 

     Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai mazhab hukum positivisme: 

  • Mazhab positivisme memandang hukum sebagai perintah yang berdaulat dan tidak ada kaitannya dengan moral, etika, dan keadilan. 
  • Mazhab positivisme muncul pada abad XVIII-XIX dan berkembang di Eropa Kontinental, khususnya Prancis. 
  • Mazhab positivisme masuk ke Indonesia karena adanya upaya unifikasi hukum yang dilakukan pada masa pemerintahan jajahan Belanda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun