Mohon tunggu...
Dwi Rini Endra Sari
Dwi Rini Endra Sari Mohon Tunggu... -

Lahir di Jakarta...smp-kuliah di Jogja kembali lagi ke Jakarta untuk mengabdi kepda negara di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Komunikasi Bencana

20 Oktober 2014   23:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:20 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah kejadian bencana gempa bumi dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, masyarakat Indonesia dan seluruh dunia sadar akan pentingnya peringatan dini terhadap bencana agar kita dapat mengantisipasi akan dampak bencana terhadap keseimbangan lingkungan alam yang nantinya berdampak terhadap kelangsungan hidup manusia dan ekosistem lingkungan.

Perlu yang kita ketahui bahwa bencana gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember telah membuka kesadaran manusia bahwa bencana dapat merenggut nyawa manusia dan harta benda. Peristiwa ini menjadi tonggak pergerakkan pembaruan bagi Indonesia dalam menangani bencana. Salah satunya lahirnya UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan lahirnya Badan Penanggulang Bencana atau BNPB.

Bencana Mengintai Kehidupan

Setiap tahunnya, bencana menjadi tamu yang selalu datang ke Indonesia. Sejarah mencatat, sejak berdiri bangsa Indonesia, negara kita telah mengalami semua jenis bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, tanah longsor, puting beliung hingga kekeringan. Selain bencana alam, Indonesia juga sering terjadi bencana yang diakibatkan ulah manusia, misalnya kecelakaan hingga kebakaran yang menjadi salah satu sorotan pemberitaan di media massa.

Menyadari bahwa negara kita rawan bencana, maka pada tahun 2007 Pemerintah mengeluarkan UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Dalam UU ini dijelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan menganggu kehidupan manusia baik yang disebabkan oleh faktor alam atau non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Sementara itu, bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yaitu gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemic, dan wabah penyakit.

Selain itu, bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan terror.

Datangnya bencana tidak bisa diprediksi atau diramal. Selain itu, bencana dapat memakan jumlah korban dan harta kekayaan. Penderitaan akibat bencanatidak sampai disini. Hal ini diperparah oleh bantuan minim dan keterlambatan datangnya bantuan.

Kita menyadari bahwa bencana memang tak bisa kita hindari, tetapi kita bisa meminimalisir jumlah korban dan kerugian harta benda.Inginkah kita jika bencana yang datang tidak memakan jumlah korban yang banyak?tentunya perlu sikap mitigasi dan adaptasi terhadap bencana.

Bencana Datang, Komunikasi Parah

Bencana tak hanya memakan jumlah korban jiwa dan kehilangan harta benda, tetapi bencana pun dapat merusak sistem komunikasi, hal ini dapat mengakibatkan bencana komunikasi. Salah satu tanda yang menggambarkan adanya bencana komunikasi yaitu tidak adanya sambungan komunikasi dengan sumber-sumber informasi tentang informasi bencana meliputi:lokasi, penyebab, dan jumlah korban dari bencana.

Belajar dari pengalaman gempa dan tsunami di Aceh pada tanggal 25 Desember 2004 , jaringan komunikasi terputus. Hampir tidak ada informasi terkait tentang lokasi mana yang terparah, korban yang meninggal dan korban selamat. Dari sinilah, nantinya dapat menimbulkan krisis komunikasi yang berkepanjangan.

Kondisi inilah yang nantinya menimbulkan keadaan yang tidak stabil. Masyarakat tak tahu apa yang akan mereka lakukan. Banyak diantara mereka yang berlarian mencari keluarga, dan mereka. Selain itu, keluarga mereka yangmenetap di luar lokasi bencanapun mengalami kebingungan kemana mereka mendapatkan informasi tentang kondisi dan keadaan keluarga mereka.

Kondisi ini dapat lebih parah jika terdapat beberapa faktor, yaitu: Pertama, fasilitas komunikasi belum memadai, belum merata. Kedua, Tidak adanya jaminan komunikasi umum dari gangguan dan Ketiga, Manajemen komunikasi bencana yang tidak disiapkan.

Komunikasi sangat diperlukan dalam penanganan bencana. Sesuai UU 24 Tahun 2007 menjelaskan adanya tiga tahapan penanganan bencana, yaitu Pra bencana yang terdiri atas dua kondisi, yaitu dalam situasi yang tidak terjadi bencana dan terdapat potensi terjadinya bencana (kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi)

Kemudian tahap tanggap darurat. Pada tahap ini ditempuh beberapa langkah, yaitu: pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya; penentuan status keadaan darurat bencana; penyelamatan dan evakuasi masyarakat, pemenuhan kebutuhan dasar; perlindungan terhadap kelompok rentan; dan pemulihan segera prasarana dan sarana vital.

Tahap berikutnya adalah Pasca bencana. Tahap ini melakukan rehabilitasi terhadap masyarakat korban bencana dan rekonstruksi dengan pembangunan kembali fasilitas dan infrastruktur.

Tak hanya sikap yang diperlukan dalam menghadapi bencana, tapi komunikasi merupakan suatu alat vital ketika bencana datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun