Mohon tunggu...
Ririn Alfiyani
Ririn Alfiyani Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Lampung

Mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas IImu Sosial dan llmu Politik Universitas Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulik Gaya Kepemimpinan Presiden Rusia Vladimir Putin

18 April 2024   22:38 Diperbarui: 18 April 2024   22:47 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Washington Post

Pemimpin adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama. Mereka memiliki kemampuan untuk mengarahkan, memotivasi, dan menginspirasi orang lain untuk bekerja menuju tujuan yang sama. Pemimpin juga memiliki kemampuan untuk membuat keputusan yang efektif dan memastikan bahwa anggota tim mereka bekerja dengan efisien dan efektif. Sedangkan kepemimpinan adalah proses di mana pemimpin menggunakan kemampuan dan keterampilan mereka untuk mempengaruhi orang lain. Ini melibatkan pengarahan, motivasi, dan inspirasi untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan juga mencakup kemampuan untuk membuat keputusan yang efektif dan memastikan bahwa anggota tim bekerja dengan efisien dan efektif. Kepemimpinan yang efektif melibatkan pemahaman tentang kebutuhan dan tujuan anggota tim, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan visi dan misi secara jelas.

Gaya kepemimpinan merujuk pada cara pemimpin secara konsisten menunjukkan perilaku ketika memengaruhi anggota kelompok. Cara seorang pemimpin berperilaku dalam memengaruhi anggota kelompoknya menjadi faktor penentu dari gaya kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang berhasil adalah mereka yang dapat menyesuaikan dan menerapkan berbagai gaya kepemimpinan sesuai dengan situasi yang mereka hadapi. Gaya kepemimpinan ini mencakup berbagai jenis, seperti gaya persuasif, represif, partisipatif, inovatif, investigatif, inspektif, motivatif, naratif, edukatif, dan retrogresif. Setiap gaya memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi dan mempengaruhi anggota kelompok, serta dalam mencapai tujuan organisasi.

Thoha (2007) menyatakan bahwa "Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat".  Selama bertahun-tahun ketika orang-orang berbicara tentang gaya kepemimpinan, maka mereka akan mengidentifikasikan dua kategori gaya yaitu gaya kepemimpinan otokratis dan gaya kepemimpinan demokratis. Kedua gaya tersebut adalah dua kategori ekstrem dalam pemikiran tentang bagaimana kepemimpinan harus dilakukan. Gaya otokratis, yang menekankan pada kepemimpinan oleh satu individu atau kelompok kecil dengan kontrol penuh, sering kali menghasilkan keputusan cepat tetapi mungkin kurang kreatif dan dapat menimbulkan ketidakpuasan dan ketegangan di antara anggota. Di sisi lain, gaya demokratis menekankan pada partisipasi dan konsensus, memberikan kesempatan kepada anggota untuk berkontribusi dalam ide dan keputusan, sering kali menghasilkan hasil yang lebih baik dalam produktivitas dan kepuasan kerja. Kedua gaya ini memiliki kelebihan dan kekurangan, dan pilihan antara keduanya bergantung pada konteks dan kebutuhan organisasi atau masyarakat.

Selain itu juga ada gaya kepemimpinan otoriter, birokratis dan karismatis. Gaya kepemimpinan otoriter (otokratis) fokus pada instruksi yang tegas dan pengendalian yang jelas,  dengan penerapan pengambilan Keputusan secara terpusat. Pemimpin ini memiliki visi yang jelas dan sering kali melibatkan anggota tim berdasarkan tugas atau kebutuhan. Mereka efektif dalam menyelesaikan proyek dalam waktu singkat dan cocok ketika anggota yang paling berpengetahuan dalam grup adalah pemimpinnya. Namun, otokratis ini dapat menghambat kreativitas dan dapat dianggap angkuh atau mengekang. Sedangkan gaya kepemimpinan birokratis ialah, yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam sumber yang diberikan, biasanya merujuk pada pendekatan yang terstruktur dan berbasis aturan. Pemimpin birokratis mengikuti prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan, menekankan pada kepatuhan terhadap aturan dan prosedur yang ada. Gaya ini sering digunakan dalam organisasi yang memerlukan stabilitas dan konsistensi, tetapi dapat menghambat inovasi dan fleksibilitas. Dan gaya kepemimpinan karismati yang disebut kepemimpinan afiliasi, menekankan pada pembangunan dan pemupukan relasi. Pemimpin karismatik berusaha menciptakan lingkungan kerja yang kolaboratif dan positif, dengan fokus pada membangun kepercayaan dan keterlibatan anggota tim. Gaya ini efektif dalam membuat tim baru atau dalam krisis, karena dengan menciptakan tim yang solid akan mendorong kolaborasi dan rasa saling membantu. Namun, dapat menjadi berisiko apabila pemimpin terlalu memprioritaskan pertemanan dan kurang memperhatikan produktivitas serta tujuan perusahaan.

Kepemimpinan Rusia dimulai di bawah pemerintahan Tsar. Namun, pemerintahan komunis berhasil mengakhiri kekuasaan Tsar melalui Revolusi Bolshevik yang dipimpin oleh Lenin, yang memulai masa jabatannya pada 1 Oktober 1917. Setelah itu, mereka mendirikan negara yang dikenal sebagai Uni Soviet yang merupakan pendahuluan dari sistem monarki absolut di mana pemimpin memiliki otoritas tertinggi dan tidak terbatas. Setelah Revolusi Rusia 1917, sistem ini digantikan oleh sistem komunis di bawah kepemimpinan Lenin dan Stalin, yang menunjukkan perubahan signifikan dalam struktur kepemimpinan, dengan pemimpin yang memiliki kontrol total atas negara. Namun seiring waktu berlalu, Uni Soviet mulai menerima kritik dari berbagai pihak. Kehancuran Uni Soviet terjadi pada saat Mikhail Gorbachev mengundurkan diri, yang menjabat sebagai presiden pertamanya. Rusia merupakan negara pecahan Uni Soviet. Rusia sedang mengalami masa peralihan dari sistem komunis menuju sistem yang lebih demokratis. Rusia menjadi salah satu dari sedikit negara adidaya di dunia, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer. Selama masa pemerintahan Yeltsin, Rusia masih mempertahankan struktur pemerintahan yang diperkenalkan oleh Gorbachev dalam periode transisi pasca-komunis. Namun, keputusan-keputusan yang diambil oleh Yeltsin kurang diterima atau dianggap gagal. Akibatnya, Yeltsin mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden Rusia. Kemudian, Vladimir Putin, yang ditunjuk oleh Yeltsin sebagai calon penggantinya, resmi menjabat sebagai Presiden Rusia menggantikan Yeltsin. Meskipun begitu, Rusia mengalami masa keterpurukan setelah runtuhnya Uni Soviet.

Keadidayaan Rusia pasca terpuruk dari runtuhnya Uni Soviet merupakan salah satu hasil dari kepemimpinan Vladimir Putin. Putin berkuasa dengan tujuan memperbaiki kondisi negara. Selama masa kepresidenannya, dia menerapkan berbagai gaya kepemimpinan, termasuk otokratis, birokratis, dan karismatis. Dalam konteks otokratis, kekuasaan sepenuhnya berada di tangan Putin, sementara pendekatan birokratisnya melibatkan pemastian kepatuhan terhadap aturan yang dibuatnya oleh warga negara. Pendekatan teknokratis yang digunakan Putin menunjukkan penggunaan kekuasaan untuk mengarahkan teknologi dan inovasi dalam pemerintahan.Putin memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk memperkuat kontrol pemerintahan, mengoptimalkan operasi pemerintah, dan meningkatkan kualitas hidup warga. Ini mencakup penggunaan teknologi dalam pengawasan publik, pengelolaan data penduduk, dan pengembangan infrastruktur. Teknokratis dalam konteks ini berarti penggunaan ahli teknologi dan ilmuwan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pemerintahan, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.

Gaya kepemimpinan Vladimir Putin menunjukkan beberapa aspek unik dan kontroversial yang membedakannya dari pemimpin lainnya. Putin dikenal sebagai pemimpin yang ideologis, dengan ambisi untuk mengembalikan Rusia ke era kepemimpinan Vladimir Lenin dan Joseph Stalin. Ini terlihat dari upaya Putin untuk mengambil alih wilayah seperti Georgia dan Semenanjung Krimea, serta penampilan fisik yang menunjukkan kekuatan, sejarah, dan imperialisme Rusia. Selama dua puluh tahun terakhir, Putin dikenal sebagai pemimpin otoriter yang tegas. Namun, dia juga dianggap sebagai ahli taktik dan strategi yang sangat cerdas, yang menunjukkan gaya kepemimpinan yang kompleks dan berorientasi pada kepentingan negara. Putin memainkan peran penting dalam konflik global, seperti konflik Rusia-Ukraina, yang menunjukkan bagaimana pemimpin dapat mempengaruhi dinamika global dan kondisi stabilitas internasional.  Hal tersebut juga dibuktikan dengan pendklarasian Vladimir Putin pada tanggal 14 April 2024 yang menyatakan bahwa Rusia akan mendukung Iran jika Amerika Serikat menyerang tanah Iran untuk mendukung Israel. Gaya kepemimpinan Putin, yang sering kali dianggap sebagai agresif, menunjukkan bagaimana pemimpin dapat mempengaruhi dinamika global dan kondisi stabilitas internasional.

Namun, gaya kepemimpinan Putin juga menimbulkan kontroversi dan kritik, yang mencerminkan dinamika kompleks dan beragam dari kepemimpinan global. Putin adalah contoh pemimpin yang memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghadapi krisis, yang menunjukkan bahwa tidak ada satu cara yang sempurna untuk memimpin.

Sumber rujukan: 

Bahar, Y. A. Upaya Indonesia Menangani Foreign Terrorist Fighters (FTF) Dalam Konflik Suriah Pada Periode 2017-2020 (Bachelor's thesis, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun