Sudah lama saya membayangkan memiliki sebuah rumah pantai. Rumah beratap jerami, berdinding kayu yang sederhana. Sebuah rumah singgah dan tetirah. Di rumah pantai impian ini, saya bermimpi tentang 'main air sepuasnya' karena pasir pantai adalah halaman rumah yang menyenangkan. Tanpa sengaja saya menemukannya di Sumba. Tepatnya Sumba Barat Daya. Rumah pantai ini bernama Oro Beach House. Saya sengaja memutuskan untuk menginap semalam di sini. Jauh hari saya sudah membuat janji dengan Sisca, pemiliknya. Di hari kedatangan saya di Sumba, Siska mengirimkan Pak John  untuk menjemput kami di bandara Tambolaka. Pak John menyetir mobil dengan kecepatan sedang cenderung pelan. Mungkin dia mengerti, kami yang baru pertama kali menginjak tanah Sumba ingin menyimpan semua yang kami lihat di dalam ingatan. Pak John sangat ramah, ia menjawab apapun pertanyaan kami, seperti apa sih arti Waitabula, ini dan itu. Menuju Oro beach house, kami melalui jalanan yang belum beraspal. Lubang ada di sana sini, berbatu dan banyak kubangan karena Sumba sedang sering turun hujan. Di kanan dan kiri, banyak terdapat pohon alpukat dan pohon jambu monyet. Hal menjelaskan tentang Sumba sebagai salah satu penghasil kacang mede di Indonesia. Tentang jalanan yang masih gronjalan ini sudah pernah dibahas oleh Siska. ‘tapi jalan sini masih belum beraspal. listrik cuma sampai jam 10 malam..orang Indonesia suka mengeluh karena ini’, begitu kata Siska lewat emailnya. Tapi apalah artinya jalan yang gronjalan dibanding apa yang kami dapat di Oro Beach House. Baru datang saja, Siska sudah menyambut kami bagaikan adik dan kakak yang sudah lama tak berjumpa. Siska memeluk erat dan berkata..‘terima kasih Tuhan, akhirnya ada orang Indonesia mau menginap di bungalowku’. Ya, selama 2 tahun Oro beach beroperasi, kami adalah orang Indonesia pertama yang menginap di sana. Selebihnya adalah orang asing. Kami cepat akrab. Nanti, setelah kami ngobrol panjang lebar, barulah bukti yang berbicara…tentang Dunia yang hanya selebar daun pintu. Siska adalah perempuan Ruteng. Masih bersepupu dengan Oetamtam, pemilik Nirvana bungalow, tempat saya menginap saat traveling Flores. Warung ‘murah meriah’ yang kami puji-puji dengan sup ikan terlezat itupun ternyata milik kakak kandung Siska. Ah, Tuhan memang Maha Keren. Ia susun skenario begitu rupa, sehingga kami berjumpa di tempat-tempat yang tak pernah kami bayangkan. Siska seorang yang cerdas dan berkemauan keras. Bersama Lucas, suaminya, mereka membangun Oro Beach Bungalow dari nol besar. Siska bercerita bagaimana susahnya membuka lahan, membangun pondasi di tanah berbatu dan bagaimana cepat rumput tumbuh di tanah mereka. Belum lagi urusan dengan orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Pppffff… ************** Oro beach house terdiri dari satu bangunan induk tempat Siska dan keluarga tinggal dan 3 bungalow yang ia sewakan. Kami ber 5 menempati bungalow terbesar. Satu bungalow dengan 2 kamar. Soal kebersihan, tak perlu ditanya lagi…Siska harus diberi angka 9 dalam hal ini. Yang membuat saya jatuh hati adalah ketenangan di Oro beach house. Lebih dari sekedar sinyal yang susah, tapi keseluruhan penghuni dan alam sekitar yang menyatu memberi ketenangan yang sulit ditemukan saat hidup di Jakarta. Beberapa langkah dari pintu bungalow ada pantai Oro menghampar. Pasir putih dan pantai yang cukup panjang menjadi halaman bermain yang menyenangkan. Pagi hari sesaat setelah bangun tidur, saya berjalan sendiri dan duduk di batu karang, memandang laut lepas. Pagi itu saya ditemani beberapa kupu-kupu, lebah, dan plum yang berlari menuruni bukit. Plum adalah anjing kesayangan keluarga Siska. Pagi yang asik itu menyempurnakan malam sebelumnya, saat kami berpesta dengan aneka kudapan, memandang bulan purnama dan bintang-bintang. Lisa, sahabat saya, asik memeragakan salsa dan belly dance…Sambil tiduran, saya membayangkan tentang rumah pantai impian, beratap jerami, kursi bambu…hmm…seperti Oro beach house inilah kira-kira…:)
[caption id="attachment_242650" align="aligncenter" width="640" caption="jalan menuju Oro Beach House"][/caption] [caption id="attachment_242651" align="aligncenter" width="640" caption="rumah induk"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H