Mohon tunggu...
Ririn Anggraeni
Ririn Anggraeni Mohon Tunggu... Guru - Pekerja Biasa

Dulu pernah menggemari hujan pada akhirnya tidak pernah bertemu payung yang tepat. Tetap basah kuyup.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kompasiana I'm Back

2 Juni 2022   07:41 Diperbarui: 2 Juni 2022   07:50 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hi Kompasiana, 

Apakabar? Sudah lama sekali tidak bercerita. Ada banyak hal yang belum sempat ku ceritakan selama empat tahun ini. Awalnya ku pikir akun ini sudah tidak bisa terpakai lagi. 

Alhamdulillahnya setelah mencoba untuk reset sandi semuanya bisa terbuka kembali. Tulisan-tulisan yang dulu masih tersimpan rapi. Ah, rindu sekali menulis. Dulu kalau lagi patah hati pasti menulis, sekarang menangis. Aneh, semakin berumur semakin cengeng. 

Empat tahun ini aku menghilang, tidak lagi menulis. Dimana dulu menjadi penulis adalah profesi yang paling ku cita-citakan. Setelah lulus dari perguruan tinggi aku mencoba mencari pekerjaan dan akhirnya satu kesempatan terbuka. Aku diterima menjadi guru di salah satu sekolah dimana sekolah ini terletak di daerah terpencil. 

Berjarak dua jam dari rumah tempat tinggal ku. Dengan jalanan tanah berkerikil, susah sinyal, tidak ada listrik dan sulit mendapatkan air bersih. Namun, Anak-anak disekolah ini begitu antusias untuk bersekolah meski tentunya karakter mereka berbeda dengan anak-anak di luaran sana. 

Analoginya pemikiran anak-anak ini seperti belantara hutan yang masih tertutup. Menikah muda dan bekerja di usia sekolah sudah menjadi hal yang biasa dikalangan masyarakat daerah ini. 

Dengan adanya sekolah ini perlahan pemikiran masyarakat menjadi terbuka. Para orang tua begitu bersemangat menyekolahkan kan anak-anak nya. Meskipun hanya berjarak dua jam dari rumah tapi aku tinggal disekolah ini. Karena pihak Yayasan menyiapkan tempat tinggal untuk guru jarak jauh sepertiku. 

Empat tahun berlalu, setelah semua perjuangan kami akhirnya anak-anak sudah mulai mengerti betapa pentingnya sekolah untuk keberlangsungan hidup mereka. 

Aku pun sudah merasa cukup untuk pengabdian ini. Setelah banyak pertimbangan dan kesedihan  yang dalam akhirnya aku memutuskan untuk resign dari sekolah. 

Padahal pihak sekolah sudah mengapresiasi perjuangan ini dengan memberikan kesempatan agar aku menjadi kepala sekolah. Pastinya aku sangat berterima kasih dan bersyukur sangat dihargai oleh orang-orang yang ada disekolah. 

Tapi, balik lagi ketika ku pikir semua perjuangan ini cukup. Itu berarti cukup. Aku selalu berharap agar anak-anak didaerah terpencil tidak mudah menyerah dan punya pemikiran dan keinginan yang sama seperti anak-anak diluaran sana. Mereka hebat, mereka cerdas. Hanya saja mereka kekurangan orang-orang hebat yang mau mengabdi untuk kesejahteraan anak bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun