Mohon tunggu...
Indah Febriany
Indah Febriany Mohon Tunggu... -

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] - Mama Melihatku Istimewa, padahal Aku Disleksia

22 Desember 2013   07:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[No. 255-Indah Febriany]

Sebenarnya sampai saat ini, jika ditanya tentang apa yang dapat dilakukan oleh anak umur 9 tahun, Riri-pun masih belum menemukan jawaban yang tepat. Karena, menurutnya semua yang dilakukannya saat memasuki usia itu, hampir sama dengan anak kebanyakan. Bermain tanpa ada beban, tertawa, menangis jika ada yang sakit saat terjatuh, serta merengek saat Ia mau mendapatkan sesuatu.

Lalu, apa yang membedakan anak perempuan kecil yang manis bernama Riri ini dengan yang lain? Guru dan orang tuanya terkadang bingung apa yang terjadi pada Riri. Dikala semua anak di usia 9 tahun sedang asyik-asyiknya berkelana menciptakan imajinasi tanpa batas dari setiap cerita di buku-buku dongeng, Riri bukan tak mampu menciptakan imajinasinya sendiri, bukan pula tak memiliki tumpukan buku yang mampu membuat Ia, juga berkelana jauh memasuki ruang-ruang dimensi lain yang sengaja diciptakan sang penulis buku di setiap ceritanya. Hanya saja, dikala semua anak saling bertukar kisah yang mereka baca, Riri kecil hanya mendapati dirinya sebagai pendengar yang baik di tengah-tengah celoteh teman-teman kelasnya.

Riri, terlahir dari kedua orang tua yang sempurna tanpa cacat apapun. Kakak-kakaknya yang keduanya perempuan juga tidak selambat dirinya dalam mengenali huruf. Mereka malah mampu mengenali huruf sebelum memasuki bangku taman kanak-kanak. Dan, mulai memiliki cerita favorit sejak duduk dibangku kelas 1 Sekolah Dasar.

Memang lain dengan Riri, semenjak di taman kanak-kanak keanehan atau lebih tepatnya keganjilan belum terlihat. Jika mencocokkan gambar atau menghafal ayat-ayat Al-Quran yang menjadi tugas setiap minggu, selalu diselesaikan tanpa hambatan. Hal ini, yang membuat semua orang menjadi bingung ketika usia Riri memasuki angka 9 tahun, dan Riri masih mengalami kesulitan untuk membaca sebuah kata, apalagi kalimat. Itu terasa sangat sulit baginya.

Riri, kenapa kamu masih sulit untuk membaca sampai saat ini? Padahal, sudah hampir 3 tahun kamu les membaca dan menulis di rumah Ibu Sulfa. Mama pusing jadinya nak,” ujar Mama saat kembali mendapatkan keluhan Wali kelas Riri sepulang sekolah tadi.

Riri hanya mampu terisak, Ia-pun bingung tak menemukan jawaban atas ketidakmampuannya selama bertahun-tahun. Riri juga mulai merasa malu dengan keadaannya, dikala pelajaran Bahasa Indonesia yang selalu diawali dengan saling bergantian untuk membacakan sebuah paragraf hingga tuntas. Tidak jarang Riri berusaha untuk tidak hadir pada hari dimana ada pelajaran tersebut. Seribu satu alasan berusaha diciptakannya, agar bisa tetap di rumah.

Pernah suatu sore, Riri tidak sengaja mendengar pembicaraan Mama dan Papanya di ruang keluarga. Riri awalnya acuh duduk main tidak jauh dari kedua orang tuanya duduk. Namun, ketika namanya disebut berkali-kali, Ia-pun berusaha untuk mempertajam daya tangkap pendengarannya. Dan, seketika rasa kecewa, marah, sedih menyerbu perasaannya bersamaan, membuatnya susah untuk bernafas, pandangannya-pun menjadi tak jelas karena tertutupi oleh airmata yang mulai tumpah tak tertahan.

Pa, Riri kenapa ya? Koq, belum mampu membaca sampai saat ini?”

“Mungkin Cuma kurang fokus saja, Ma”

“Masa sih, Pa? kurang Fokus bagaimana? Les membaca sudah dari kelas 1. Minum susu paling banyak. Apa yang salah ya?”

“Riri, Cuma butuh semangat dan harus lebih kreatif dalam mengajarnya membaca. Kalau gitu, biar nanti sore Papa ajak Riri jalan-jalan,”

“Riri,memang beda koq, Pa. biar meng-eja katapun Riri masih sering kesulitan. Kata lho Pa, bukan kalimat. Mama perhatikan, kadang-kadang Riri tidak membaca, tetapi dia menghafal apa yang kita ucapkan, Pa.”

“Nah, kalau gitu Riri tergolong anak cerdas dong, Ma. Buktinya daya ingatnya sangat bagus untuk anak se-usianya,”

“Ahhh…Papa, kalau diajak ngobrol, pasti ujung-ujungnya tidak ada solusi yang didapatkan,” Mama akhirnya memasang muka masem dan pergi meninggalkan Papa yang terus melanjutkan bacaan korannya.

Riri yang tadinya semangat bermain, seketika berlari menuju kamar. Menangis sejadi-jadinya. Menghujat ketidakmampuan dirinya berulang-ulang, malah tak jarang Ia-pun marah pada Tuhan atas apa yang dialami selama ini.

Tuhan, kenapa Engkau tidak membiarkanku bisa membaca? Kenapa semua anak bisa melakukannya dengan mudah, kenapa saya tidak Kau berikan juga kemudahan? Apa karena memang saya ditakdirkan untuk tidak bisa membaca ya?”

Tangisnya pecah, dadanya sesak, nafasnya tersengal-sengal menahan suara teriakan yang sedari tadi ingin ikut keluar dari mulutnya. Akhirnya Riri si gadis periang terlelap dengan isak tangis yang masih tersisa.

Mama yang tak sengaja melintasi kamar Riri, sempat mendengar keluh kesah Riri kepada Tuhan.

Ya Allah, hamba yakin, setiap anak yang Engkau titipkan ke dunia, pasti memiliki sebuah kemampuan dank keistimewaan. Maafkan saya ya Allah, yang terkadang tidak bisa menahan emosi saat mengajar Riri membaca. Padahal, Ia masih kecil.” Mama terisak di depan kamar Riri.

Riri terbangun, disaat rumah sudah mulai sunyi dan gelap. Hanya lampu yang berada di ruang makan yang sengaja tetap dibiarkan bercahaya. Riri terbangun karena rasa lapar yang tak tertahankan. Ia mendekat ke meja makan dengan langkah yang masih terasa berat. Dibukanya tudung saji dan mendapati sepiring nasi lengkap dengan lauk kesukaannya dan segelas susu. Dan, terdapat kertas bertulis MAMA, yang juga masih sulit di-eja olehnya.

M atau W ya? Kata Mama kalau dua kakinya ke bawah itu M. jadi, M…A… Ma.. M…A…. Ma….oh..Mama,”

Air bening kembali menetes di kedua pipi Riri. Sambil mengisi mulut mungilnya dengan ayam goreng, airmatanya tetap mengalir membentuk anak sungai yang tak berujung, sesekali Ia terbatuk karena perasaan senang dan gembira mengetahui bahwa Mama masih menyayanginya, meski Ia belum tau membaca sampai saat ini.

Berkat ketelatenan Mama mengajar Riri, akhirnya di caturwulan ke-3 kelas 3 Riri sudah mampu membaca, meski tidak secepat teman-temannya yang lain. Riri juga bingung, dikala Ia berusaha membaca dengan cepat selalu saja ada kesalahan yang terjadi. Padahal, di dalam otaknya kalimat yang Ia baca sudah benar, namun ucapan yang meluncur manis dari bibir mungilnya selalu salah dan tersendat. Seperti bunyi mesin motor tahun 70-an yang kurang perawatan.

Itu hanya sepenggal kisah yang sempat membirukan keceriaan masa kecil bocah mungil berambut keriting ini. Sejak saat itu, Riri-pun menemukan cara ampuh membaca cepat, yakni dengan tidak bersuara. Membaca kata demi kata, dan kalimat demi kalimat hanya di dalam hati. Teknik ini, membuatnya bisa menyelesaikan buku setebal 400 lembar hanya dalam 2 hari saja. Berbagai judul buku yang dulu hanya dapat dipandanginya, kini Ia bisa menggenggam dan melahapnya dengan bangga.

Nilai raport yang dulunya paling rendah, di akhir masa pendidikannya di Sekolah Dasar, Riri berhasil merebut Rangking pertama. Dan, masuk ke sekolah menengah pertama unggulan, juga SMA unggulan. Yang paling membanggakan, tidak ada seorang-pun yang pernah menyangka anak kecil yang lamban dalam hal membaca mampu menyelesaikan studi Diploma Tiganya di Universitas ternama di Jogjakarta, apalagi kalau bukan UGM. Meski hingga kini kesulitan membaca masih sering mengusiknya.

Riri kecil kini sudah menjadi dewasa. Saat ini, usianya telah memasuki angka 29 tahun. Bekerja sebagai seorang Produser di salah satu televisi berjaringan Nasional di Sebuah ibukota provinsi di Indonesia, tepatnya di Makassar.

Keterbatasan pengetahuan orang tuanya tentang disabilitas terutama disleksia yang di derita anaknya, tidak membuat Mama berkecil hati membantu Riri dalam hal menumbuhkan kepercayaan dirinya. Disabilitas hanyalah keterbatasan fisik maupun nonfisik yang dialami oleh seseorang. Bukan keterbatasan keadaan yang mengharuskan seorang disabilitas akhirnya tersingkirkan. Ketidakpahaman orang sekeliling tentang kondisi seseorang, akhirnya membuat jarak, dan ujung-ujungnya akan meremehkan bahkan sampai memandang sebelah mata.

Tidak jarang Riri berharap, agar teman-temannya yang selalu mengejeknya, bisa merasakan apa yang dirasakannya. Tetapi, semuanya tidak akan menghapus kenyataan bahwa Ia seorang Disleksia.

Saat Riri mengetahui semua jawaban akan kekurangannya, justru membuatnya semakin percaya pada kemampuan dan kelebihan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Dan, Tuhan Maha Adil, seadil-adilnya. Ditengah keterbatasan yang dimilikinya, Ia bisa membuktikan bahwa Ia mampu mensejajarkan posisinya dengan manusia-manusia yang selalu menganggap dirinya paling sempurna.

Dan, semua itu berkat doa dan dukungan seorang ibu yang selalu percaya bahwa anaknya paling istimewa. Tak jarang air mata Mama mengalir, ketika ketidaksabaran menghampiri di saat mengajar Riri mengeja kata demi kata. Namun, semua kejengkelannya selalu dibalut dengan senyum yang menguatkan hati dan hal itu yang menumbuhkan kepercayaan diri pada seorang Riri.

Riri hanya mengingat perkataan Mamanya, dikala rasa putus asa kerap menghambat langkahnya “Jangan pernah hanya fokus dengan kekurangan yang diberikan Tuhan pada diri kita. Cobalah melihat diri kita lebih dalam, kenali dan temukan kelebihan yang mampu membawa kita pada tujuan yang ingin kita capai. Karena kesuksesan datangnya bukan dari orang lain, melainkan bagaimana kita bisa memandang dan memanfaatkan hidup yang diberikan Tuhan untuk meraih Sukses.”

Riri, hanyalah sapaan akrab Indah Arifah Febriany, yang tidak lain adalah sang penulis kisah Mama Melihatku Istimewa, Padahal Aku Disleksia. Ini merupakan kisah nyata sang penulis, yang sengaja diceritakan untuk berbagi pengalaman, saat penulis menemukan sisi dirinya yang berbeda.

Mencoba membuka lebih banyak pintu kesempatan untuk berkarya, menjadi tujuan hidup penulis selanjutnya. Jangan pernah ada kata menyerah, karena penulis percaya satu hal, “Jika satu pintu kesuksesan tertutup untukmu, maka Tuhan sedang membuka seribu pintu untuk kau masuki. Karena Dia-lah yang Maha Mengetahui. Jangan pernah berhenti untuk bermimpi, karena dengan mimpi kita sadar bahwa kita hanya seorang manusia. Karena dengan mimpi, kita bisa membangun semangat yang kadang hilang tertiup angin. Teruslah Berkarya kawan.”

Dan, semua hal yang didapatnya saat ini itu karena seorang wanita kuat dan tangguh. Wanita yang telah memberikan kesempatan pada dirinya untuk menghirup oksigen dan menikmati betapa Indahnya hidup di dunia ini. Selamat Hari Ibu Ma, ini sepenggal puisi buatmu:

Pagi ini,
Kembali kukecup tanganmu,
Kembali kutinggalkan bekas bibir ini didahimu,
Senyumnya masih setia mengiringi langkah-langkahku selama ini.

Doa-doa di setiap sujud malammu,
Memberi semangat diriku tuk menghadapi dunia yang mulai tak bersahabat,
Nafasmu memberiku kekuatan,
Kasih sayangmu meluluhkan egoku,

29 tahun sudah,
Engkau menemani hidupku,
Dekapan sayangmu menghapus ragu disetiap jalanku,
Dikala dunia telah menghujatku,
Dikala lingkungan sudah tidak lagi menerimaku dengan baik,
Engkau tetap menungguku,
Engkau tetap memberiku keyakinan.

Mama...
Usia sedikit demi sedikit merenggut kecantikanmu,
Kulit yang dulunya mulus,
Kini mulai mengendur seiring dengan bertambahnya usia bumimu,

Ma....
Meski rambutmu tak lagi sehitam dulu,
Meski genggamanmu sudah tak sekuat dulu saat menggenggam jemariku,
Meski langkahmu sudah tak setegap dahulu,
Tetapi,
Senyumanmu...
Perhatianmu...
Rasa Khawatirmu...
Masih tetap sama, seperti pertama kali memori otakku bisa mengingat tentangmu

Terlalu banyak khilaf yang kulakukan,
Terlalu banyak rasa kecewa yang kuberi,
Tidak sengaja,
pernah kulihat Airmata dipipimu menetes dikala egoku mendominasi.

Tuhan,
Mungkin waktuku tidak akan pernah cukup tuk membalas semua kasihnya,
Beri sedikit saja kesempatan,
Untuk membuat bibirnya tetap tersenyum,
Agar rasa setianya menungguku di pintu rumah,
Dapat terbayar meski hanya sedikit.
Agar waktuku untuknya,
Dapat meninggalkan jejak didirinya,
seperti jejak yang Mama tinggalkan didalam hatiku,
Disaat bibirku untuk pertama kali dapat merangkai sebuah kata...MAMA

Selamat Hari Ibu … Mamaku tercinta

NB:  Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event Hari Ibu

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun