Mohon tunggu...
Riri Fahlen
Riri Fahlen Mohon Tunggu... Lainnya - pemerhati budaya

Alhamdulillah... hidupku semakin berarti dengan Karunia-Mu. Ayah berusaha melakukan yang terbaik untuk Syifa Almira Rasyida dan Kanaka Medinindra Darussalam http://ririfahlen.blogspot.com http://videokomunitaspurbakalajambi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Parang Pisang

27 Juni 2012   08:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parang Pisangadalah upacara melepaskan bathin anak sumbang. Upacara ini dilaksanakan oleh keluarga yang memiliki anak sumbang, maka keluarga dari Bapak (bako) dan Juga dari pihak keluarga ibu si anak sumbang. berperang dengan mengunakan pisang sebagai senjata. Upacara ini dilaksanakan setelah kesepakatan antara pihak bako dengan kaum dari ibu si anak sumbang. Pada hari yang telah ditentukan kedua belah pihak  menyediakan pisang yang telah direbus untuk dijadikan amunisi perang. [caption id="attachment_184943" align="aligncenter" width="300" caption="Pasangan Anak Sumbang"][/caption] Pihakbakobersama-sama karib kerabat yang telahdiucokakan datang ke rumah kaum dari ibu si anak dengan membawa antaran yang beragam. Demikian juga dari kaum dari ibu sianaksumbangmenunggu kedatanganbakosi anak. Kedatangan rombonganbako diiringi dengan keseniansarunai dantalempongbeserta tarianSimuntu.Ke dua belah pihak memiliki satu/duaSimuntuyang merupakan orang bertopeng dengan pakaian daun pisang yang berfungsi sebagai panglima perang. [caption id="attachment_184944" align="aligncenter" width="300" caption="Simuntu Berpakaian Daun Pisang Kering"]

13407860571055711557
13407860571055711557
[/caption] Ketika rombongan sampai di halaman kediaman keluarga ibu si anak, maka kedua belah pihak melantunkan kata bersambut dan adat basa-basi untuk menentukan pilihan anak yang akan diambil oleh pihak bakonya. Dalam tawar menawar itu terjadilah perselihan karena masing-masing pihak tetap dengan pilihannya. Karena tidak terjadinya kata sepakat, maka di bawah komando simuntu terjadilah parang pisang antara kedua kubu. Perang ini dilakukan oleh kaum perempuan sedangkan kaum laki-laki hanya boleh menyaksikan saja. Setelah dilakukan parang pisang beberapa saat, kemudian kedua belah pihak berunding lagi untuk menentukan anak yang mana yang akan dibawa oleh “induak bakonya”. Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memisahkan bathin secara lahir si kembar agar kemudian hari tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan jiwa kedua anak tersebut dalam hukum adat dan syarak. Hal ini didasarkan pada pandangan masyarakat bahwa anak yang lahir kembar sepasang (Sumbang) satu laki-laki dan satu perempuan dianggap telah kawin secara bathin meskipun berasal dari satu darah keturunan. Untuk menghindari terjadinya pelanggaran adat dan syarak di kemudian hari oleh anak sumbang tersebut maka diadakanlah parang pisang untuk memeranginya supaya bathin keduanya lepas dan lupa akan perkawinan bathin  itu. Anak sumbang adalah anak kembar dua sejoli, satu laki, satu perempuan. Bako adalah seluruh famili dari pihak keluarga ayah. Sarunai merupakan alat musik tiup tradisional Minangkabau yang terbuat dari bambu/buluh Talempong merupakan alat musik pukul yang terbuat dari tembaga/kuningan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun