Mohon tunggu...
Riqko Windayanto
Riqko Windayanto Mohon Tunggu... -

Aku adalah seorang pecinta sastra, bahasa, dan seni. Seorang pembelajar yang terkapar oleh takdir. Yang mencoba merengkuh dunia dalam keterbatasanku. Aku adalah aku.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Kota Malang Berdasarkan Kisah Kepahlawanan Proboretno dan Panji Pulangjiwo

19 Agustus 2018   21:50 Diperbarui: 19 Agustus 2018   22:01 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kota Malang sebagai salah satu kota metropolitan, khususnya Jawa Timur, tidak dapat dipungkiri bahwa eksistensinya sampai kini memiliki nilai sejarah yang cukup menggemilangkan dan patut dikenang. Di balik gelar yang disandang, seperti kota bunga, kota pendidikan, sampai Paris van Java, sejarah kota Malang tidak bisa dilupakan begitu saja dari benak masyarakatnya. 

Menurut sejahrawan dan tetua masyarakat, cikal bakal penamaan wilayah kota Malang berasal dari kisah perjuangan seorang putri cantik dan sakti mandraguna bernama Dyah Ayu Dewi Proboretno. Berdasarkan Babad Tanah Jawi Pesisiran, Proboretno adalah seorang putri adipati Kadipaten Sengguruh Ronggo Toh Jiwo yang gemar berlatih ilmu kanuragan dan kadigdayaan. Semasa kecil, Proboretno banyak menghabiskan waktu berlatih di padepokan kaki Pegunungan Kendeng, sehingga sosoknya hadir dengan kepiawaian peran bersenjatakan cundrik (keris kecil yang diselipkan di bagian tertentu). 

Namun, Proboretno adalah putri yang sangat teguh akan prinsip. Proboretno hanya bersedia menikah dengan seorang lelaki yang berhati tulus, memiliki kadigdayaan untuk membantu perjuangannya, serta berhati baik. Untuk itu, Adipati Ronggoh Toh Jiwo mengumumkan sayembara, "Barang siapa, lelaki yang mampu mengalahkan putri Proboretno dalam adu tanding atau kesaktian, dia akan menjadi suaminya".

 Seluruh ksatria pun datang mengikutsertakan diri dalam sayembara ini. Mendengar kabar itu, pangeran tampan dari Madura, Panji Pulangjiwo berniat ikut serta. Namun, punggawa kadipaten Malang bernama Sumolewo yang mengincar kecantikan Proboretno. Dengan liciknya, Sumolewo membunuh ksatria yang masuk ke Kadipaten Sengguruh melalui pintu utara. Sekarang, wilayah ini disebut Lawang. Setelah membunuhnya, jasad para ksatria dilempar ke sebuah sungai yang kini dinamakan Kali Getik atau Kali Sorak di wilayah Kecamatan Lawang tersebut. 

Namun, Panji Pulangjiwo tidak kehabisan akal. Ia masuk melalui pintu timur yang menjadi kandang hewan, sehingga disebut Kedungkandang. Akhirnya, Panji Pulangjiwo berhasil mengalahkan seluruh ksatria termasuk Sumolewo di babak akhir pertandingan. Kini, dengan kesaktiannya, Panji Pulangjiwo adu tanding bersama Proboretno yang sama-sama sakti. Proboretno terdesak, dan melarikan diri untuk bersembunyi di gua bekas petilsan Kerajaan Singosari. 

Raden Panji menunggangi kuda Sosrobahu unutk mengejar Proboretno. Sebab keteguhan hati dan kesaktiannya, Raden Panji mampu membuka gerbang tersebut. Maka, sesuai janji sayembara, Proboretno menjadi istri Panji Pulangjiwo. Wilayah tempat persembunyian tersebut kini dikenal sebagai Kutho Bedah di daerah Jodipan yang menjadi kampung wisata tridi.

Saat itu, kadipaten Sengguruh merupakan wilayah otonom dari Kesultanan Mataram yang sedang diperintah oleh Panembahan Senopati. Kadipaten Malang tergabung dengan beberapa wilayah seperti Kadipaten Suroboyo (Surabaya), Ngrowo (Tulungagung), Caruban (Madiun), Blitar, Kedu, dan Lumajang, sebagai wilayah Brang Wetan. Jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia, artinya wilayah timur (Jawa Timur). 

Panembahan Senopati Senopati sampai pada pemerintahan Sultan Agung selalu berkeinginan menguasai Kadipaten Suroboyo sebagai titik pusat Brang Wetan. Untuk menguasai wilayah tersebut, Kesultanan Mataram harus menundukkan wilayah-wilayah kadipaten lain, dan terakhir Kadipaten Malang sebagai pintu gerbang menuju Suroboyo. 

Pasukan Mataram selalu berhasil mengalahkan wilayah-wilayah lain, seperti Caruban dan Ngrowo, namun, tidak untuk Kadipaten Malang. Bersama senopati Proboretno dan Panji Pulangjiwo, rakyat kadipaten selalu makar memberontak) dan menghalang-halangi gerak pasukan Mataram. Sebab, itu lah, wilayah Sengguruh dikenal menjadi nama "Malang" yang artinya "menghadang". Melihat pasukannya yang selalu habis dibantai senopati Proboretno, Sultan Agung mengirm kembali ekspedisi pasukan yang dipimpin oleh Senopati Surontani. Pasukan ini juga mengalami kesulitan karena berhadapan dengan geografi kota Malang yang secara umum dilingkari pegunungan-pegunungan dan dua sungai besar, Metro dan Brantas. 

Mengetahui gerak pasukan Mataram, senopati Proboretno dan Panji Pulangjiwo menyambut mereka di kaki pegununungan Kendeng. Akhirnya, berhadapanlah kedua pasukan tersebut, dimana Proboretno berhadapan dengan Surontani. Surontani yang memiliki tombak pusaka kyai Upastidak bisa menggunakannya untuk melawan Proboretno, karena kesaktiannya akan hilang jika digunakan melawan perempuan. Dengan cundriknya, Proboretno berhasil membuat pasukan Mataram ketakutan dan menyudutkan Surontani. Surontani yang merasa terdesak akhirnya melempar tombak tersebut dan mengenai dada Proboretno. 

Sang putri akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju kadipaten. Merasa kehilangan atas istri tercintanya, Raden Panji yang diliputi amarah mengejar dan menghabisi pasukan Mataram yang berlari tunggang langgang. Namun, Surontani dan sebagian pasukan berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di hutan-hutan wilayah Sengguruh. Sebab itulah, sebuah desa di Kabupaten Malang disebut Desa Mentaraman, karena dipercaya masyarakatnya adalah keturunan dari sisa-sisa pasukan Mataram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun