kau berkhotbah tentang kepedulian, tentang kebersamaan dan kekeluargaan, sambil tangan kananmu meraup sebanyak-banyaknya keuntungan. lalu kau berceramah mengenai masa depan, tentang mimpi-mimpi indah yang akan dirajut dengan penuh kasih sayang, tapi mulutmu mengunyah tak berhenti, bahkan saat perutmu membusung kekenyangan.
dan saat  kekenyangan, engkau mengajak semua untuk mengencangkan ikat pinggang, kau bilang tak apa-apa jika kelaparan, kita harus hemat karena gonjang-ganjing keadaan di depan. kau katakan dengan lantang, bahwa kita sedang mempersiapkan kebahagiaan, tidak masalah jika saat ini kesusahan, tapi pada saat bersamaan kau duduk di tahta bermahkotakan berlian.
lalu kau mengajarkan syukur, bahwa saat ditengah kesusahan, kita masih bisa hidup dan berjalan, tapi kau menyampaikannya dari kendaraan bertabur bintang, yang melesat meninggalkan kami terpaku kebingungan.
kau ingatkan pula untuk berbagi, walau di saat kesusahan, sedang kau sendiri menjaga pundi-pundimu dengan penuh kecurigaan, menolak menjatuhkan setetespun air dari kau punya tampungan. Sementara sumur-sumur kami kering, sementara pundi-pundi kami telah lama tak berisi, sekedar menjadi alas kepala dalam rebah penuh perih dan beban.
kau, sungguhlah guru yang hebat memberi pengajaran, namun tak mampu dan tak punya keinginan untuk melaksanakan.
Jakarta, 30 Oktober 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI