Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kabut Hitam Bergelayut

2 September 2019   14:31 Diperbarui: 2 September 2019   14:44 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
oeuvremax.weebly.com

jejak sepanjang pantai
di bawah teduh nyiur melambai
menyimpan duka yang tak juga kunjung diurai

begitu pula gelombang
pecah riak ditantang karang
adalah gejolak murka yang tak mampu tenang

mata yang tertutup, mulut yang terkatub
menahan sekuat tenaga agar tidak meletup
dari gugup, dari hentakan-hentakan dada kencang berdegup

ini semua belum selesai
tidak, api itu masih tersimpan dalam di dasar ngarai
menunggu derai angin menjelma badai

wahai anak-anak negeri
masihkah kau belum mengerti?
bahwa luka telah kau sayat di tubuh Pertiwi?

duhai abdi dan patih
masihkah tak kau sadari?
ini negeri, dikangkangi setan berjubah putih?

sampai kapan semua diam, kecut dan takut?
sampai kapan semua larut dan hanyut?
sampai kapan kabut ini dibiarkan hitam bergelayut?

Jakarta, 2 September 2019     

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun