Mohon tunggu...
Suripman
Suripman Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Pekerja biasa, menulis alakadarnya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hujan dan Ingatan Pendek Kita

9 Januari 2019   11:02 Diperbarui: 9 Januari 2019   11:03 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.touchtalent.com/

udara dipenuhi asap hitam, dari kertas cetakan, tulisan di medsos hingga layar-layar di tiap ruangan keluarga, sesak pengap dengan pemberitaan. makin menguras air mata, makin nyeri menusuk hati, makin ngeri menakutkan, akan makin mendatangkan hujan perhatian.

sebagaimana setiap hujan, ia hadir sebentar, kemudian pergi. untuk sebagian, air hujan adalah berkah untuk membasuh muka, lalu menyuburkan tanaman kasih di ladang-ladang amalan, mengembangkan bunga-bunga di taman-taman empati.

bagi lainnya, ia hanya mendatangkan karat pada nurani dan menumpulkan pikiran, menciptakan banjir emosi sesaat lalu menyisakan onggokan sampah batin yang menyumbat saluran-saluran kebaikan.

maka tak heran, jika petaka tiba, Lombok, Sulawesi Tengah dan Selat Sunda, kita menangisinya. saat ada perang, ketidakadilan, hingga mutilasi, kita ikut melarungkan sedih, dan saat seorang siswi smk pergi, kita ikut merasa sakit dan perih.

lalu, setelah itu apa?

perputaran musim, panas-hujan-panas-hujan akan terus berulang, meninggalkan kita yang harus memilih, menjadikannya sebagai kaca hati, atau membiarkannya melapukkan rasa, layu dan jatuh menjadi debu-debu tanah yang kemudian menguap hilang dari akal dan jiwa.

kalau sudah begitu, kita tak lagi mampu membedakan sinetron penguras air mata dengan sebuah realita yang penuh hikmah!

nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang hendak engkau dustakan?    

Jakarta, 9 Januari 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun