"Bodoh, konyol, bangsat..., keterlaluan..!" Prabu Subarkah murka. Dipandanginya semua anak buahnya dengan geram. Keningnya berkerut, bibir bawahnya dia gigit. Dan seperti biasa, tidak ada satupun anak buah Prabu Subarkah yang berani mengangkat wajah. Semua tertunduk dan tak bersuara. Tak terkecuali Fatah Zila, penasehat dan orang kepercayaannya.
"Dan kau, Fatah Zila..., kau membuat aku kelihatan seperti orang tolol..!", suara Prabu Subarkah menggelegar untuk kesekian kalinya di aula. Kali ini suara Prabu Subarkah begitu besar, hingga terdengar sampai ke  pintu utama Wisma Hamala, kediamannya.  Arya Rata yang baru sampai di Wisma Hamala ikut tersentak bersama para penjaga.
Arya Rata adalah sesepuh di Kerajaan Nusa Selaksa. Ia pernah menduduki jabatan-jabatan sangat penting. Arya Rata juga adalah salah satu tokoh yang ikut menjatuhkan Prabu Suhatama, raja yang dulu terlalu lama berkuasa. Namun belakangan, di masa Raja Jaka Wirata berkuasa, Arya Rata tidak diberikan kedudukan apa-apa, tentu saja ia marah dan kecewa.
Prabu Subarkah sendiri adalah menantu Prabu Suhatama, dulu juga berseberangan dengan Arya Rata. Tapi kemarahan dan kekecewaanlah yang membuat Arya Rata sekarang bersekutu dengan Prabu Subarkah, mereka bersatu untuk menentang Raja Jaka Wirata.
"Sampaikan kepada Prabu Subarkah, saya, Arya Rata, ingin beranjang sana!", tegas Arya Rata kepada para penjaga wisma, sambil memperbaiki tutup kepalanya. "Segera, ada hal penting yang ingin saya bicarakan berdua dengan Beliau", lanjut Arya Rata sambil menatap tak sabar ke penjaga.
"Baik, Yang Mulia Arya Rata", sahut seorang penjaga yang lebih tua. "Kau segera ke aula, sampaikan pesan Yang Mulia Arya Rata kepada Yang Mulia Prabu Subarkah!", perintahnya kepada penjaga lain.
Penjaga wisma segera berlari ke aula, dengan gemetar ketakutan ia memberi hormat kepada Prabu Subarkah.
"Ada apa? Kau tidak tahu saya sedang ada sidang?", bentak Prabu Subarkah.
"A...anu.., Yang Mulia..."
Plak...plak...plak..!
Tiga tamparan bolak-balik Prabu Subarkah membuat penjaga terhuyung. "Bicara yang jelas! Jangan planga-plongo seperti Jaka Wirata sial itu!"