Dosen adalah pilar penting dalam sistem pendidikan tinggi. Mereka bukan hanya pengajar yang bertugas menyampaikan materi, tetapi juga mentor yang membimbing mahasiswa dalam mengembangkan potensi akademik dan personal. Namun, dalam praktiknya, sering kali kita temui fenomena dosen yang mengganti jadwal kuliah. Hal ini tidak hanya mengganggu kelancaran proses belajar-mengajar, tetapi juga memunculkan berbagai pertanyaan tentang profesionalisme dan pengelolaan waktu dalam institusi pendidikan tinggi di Indonesia.
Fenomena ini sebenarnya bukan hal baru. Di berbagai universitas, baik negeri maupun swasta, pergantian jadwal kuliah oleh dosen sudah menjadi hal yang lumrah. Ada berbagai alasan yang mendasari tindakan ini, mulai dari alasan profesional hingga kebutuhan personal. Beberapa dosen, misalnya, harus menghadiri seminar nasional atau internasional, menghadiri rapat penting, atau bahkan memiliki tanggung jawab penelitian dan pengabdian masyarakat yang sering kali berbenturan dengan jadwal mengajar. Di sisi lain, ada pula alasan yang bersifat lebih personal, seperti sakit atau situasi keluarga yang mendesak.
Pergantian jadwal ini tentu membawa dampak langsung terhadap mahasiswa. Mereka sering kali harus menyesuaikan ulang agenda harian mereka, yang mungkin sudah padat dengan kegiatan lain seperti organisasi, pekerjaan paruh waktu, atau bahkan persiapan ujian. Tidak jarang mahasiswa merasa dirugikan karena ketidakkonsistenan ini, terutama jika pergantian jadwal dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dalam beberapa kasus, pergantian jadwal bahkan menyebabkan perkuliahan menjadi tidak efektif karena harus disesuaikan dengan waktu yang kurang optimal, seperti di luar jam kuliah reguler.
Dari perspektif hukum, pergantian jadwal oleh dosen sebenarnya diatur dalam kerangka Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menegaskan pentingnya penyelenggaraan pendidikan yang terstruktur, terencana, dan sesuai dengan prinsip akuntabilitas. Dalam Pasal 39 ayat (2), misalnya, disebutkan bahwa pendidik bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, termasuk memberikan bimbingan dan pelatihan kepada peserta didik secara berkesinambungan. Pergantian jadwal yang terlalu sering dapat dianggap bertentangan dengan prinsip ini karena mengganggu kontinuitas dan stabilitas proses pembelajaran.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen juga mengatur kewajiban dosen untuk melaksanakan tugas keprofesian secara profesional. Pasal 60 menyebutkan bahwa dosen wajib menjalankan tugas dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keprofesian, yang mencakup kepatuhan terhadap jadwal dan tanggung jawab dalam melaksanakan perkuliahan. Pergantian jadwal yang terlalu sering dan tanpa alasan yang jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip profesionalisme tersebut.
Namun, penting untuk diingat bahwa dosen juga memiliki hak dan kewajiban lain yang harus dipenuhi. Dalam beberapa situasi, pergantian jadwal menjadi sesuatu yang tidak terhindarkan. Misalnya, dosen yang terlibat dalam penelitian atau pengabdian kepada masyarakat memiliki kewajiban untuk menyelesaikan tugas tersebut sebagai bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi. Oleh karena itu, institusi pendidikan perlu memberikan ruang fleksibilitas kepada dosen, asalkan pergantian jadwal dilakukan secara transparan dan tetap memprioritaskan kepentingan mahasiswa.
Dari sudut pandang mahasiswa, pergantian jadwal sering kali menjadi sumber frustrasi. Tidak jarang mereka merasa bahwa pergantian jadwal mencerminkan kurangnya komitmen dosen terhadap proses pembelajaran. Dalam beberapa kasus, mahasiswa bahkan menganggap bahwa pergantian jadwal adalah bentuk ketidakadilan karena mereka harus menyesuaikan diri tanpa ada solusi yang memadai dari pihak kampus. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi antara dosen, mahasiswa, dan pihak administrasi kampus menjadi hal yang sangat penting.
Untuk mengatasi fenomena ini, beberapa universitas telah menerapkan sistem yang lebih terstruktur dalam pengelolaan jadwal kuliah. Misalnya, penggunaan teknologi seperti sistem manajemen pembelajaran (Learning Management System) memungkinkan dosen untuk memberikan pemberitahuan secara cepat jika ada perubahan jadwal. Selain itu, beberapa kampus juga menyediakan mekanisme pengganti, seperti memberikan tugas tambahan kepada mahasiswa atau menyediakan kelas daring jika dosen tidak dapat hadir secara fisik. Langkah-langkah ini diharapkan dapat meminimalkan dampak negatif dari pergantian jadwal.
Dari perspektif hukum pendidikan, penting bagi institusi untuk memastikan bahwa setiap perubahan jadwal tetap berada dalam koridor aturan yang telah ditetapkan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, misalnya, mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi harus berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kualitas. Hal ini berarti bahwa setiap perubahan jadwal harus dilakukan dengan alasan yang jelas dan disampaikan kepada mahasiswa dalam waktu yang wajar. Selain itu, institusi juga harus memberikan jaminan bahwa mahasiswa tetap mendapatkan hak mereka atas pendidikan yang berkualitas, terlepas dari adanya perubahan jadwal.
Fenomena dosen sering mengganti jadwal juga mencerminkan tantangan dalam manajemen waktu di lingkungan pendidikan tinggi. Dalam konteks ini, penting bagi dosen untuk mengembangkan keterampilan manajemen waktu yang baik. Dengan mengelola jadwal secara lebih efektif, dosen dapat meminimalkan kebutuhan untuk mengganti jadwal kuliah. Di sisi lain, mahasiswa juga perlu diberikan pemahaman tentang kompleksitas tanggung jawab dosen sehingga mereka dapat lebih memahami alasan di balik perubahan jadwal yang terjadi.