Judul : Keanehan Demokrasi Pancasila di Era Orde Baru: Antara Ideologi dan Realitas
Pada masa pemerintahan Orde Baru di Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Soeharto sejak tahun 1967 Pada tahun 1998, konsep demokrasi Pancasila menjadi sebuah paradoks yang menarik bagi pengamatan. . Bahkan ketika secara resmi diadopsi dan diakui sebagai ideologi negara, demokrasi pancasila seringkali menemui kejanggalan yang mencerminkan kesenjangan antara retorika dan realitas politik. berikut kejanggalan yan terjadi di era orde baru
1. Terbatasnya Partisipasi Politik
Salah satu keanehan demokrasi Pancasila pada masa Orde Baru adalah terbatasnya partisipasi politik. Meski Pancasila menekankan prinsip musyawarah untuk mufakat, pemerintahan Soeharto justru memberikan ruang yang sangat terbatas bagi partisipasi politik kelompok oposisi atau masyarakat sipil. Keterbatasan ini terlihat dari pelarangan partai politik multi-partai dan kontrol ketat terhadap media, sehingga hanya memberikan sedikit ruang bagi dialog politik yang sehat.
2. Dominasi Sentralisasi kekuasaan
Demokrasi Pancasila dalam teorinya menekankan prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Namun pada kenyataannya, pemerintahan Orde Baru terkenal dengan sentralisasi kekuasaannya yang berlebihan. Keputusan politik dan administratif utama diambil oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah mengalami kesulitan dalam mengambil kebijakan yang disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Hal ini menciptakan ketimpangan antara retorika demokrasi Pancasila dengan realitas penyelenggaraan pemerintahan.
3. Pembatasan kebebasan berpendapat
Kebebasan berpendapat merupakan salah satu nilai demokrasi yang penting, namun pada masa Orde Baru kebebasan tersebut seringkali dibatasi. Pemerintahan Soeharto menerapkan tindakan represif terhadap kritik politik dan melarang kegiatan yang dianggap mengganggu stabilitas pemerintahan. Aktivis, intelektual dan tokoh masyarakat yang kritis terhadap rezim berisiko menjadi korban penindasan politik, penangkapan atau pengasingan. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara demokrasi Pancasila yang dianut secara resmi dengan praktik pembatasan kebebasan berekspresi.
4. Keterbatasan Pemilu
Pemilu pada masa Orde Baru seringkali diwarnai dengan kesenjangan dan manipulasi politik. Bahkan ketika pemilihan umum diselenggarakan, pilihan masyarakat seringkali terbatas karena adanya pembatasan terhadap partai politik dan kandidat mana yang boleh berpartisipasi. Selain itu, kebijakan moneter dan intimidasi sering kali digunakan untuk mempengaruhi hasil pemilu. Hal ini menimbulkan ketimpangan antara demokrasi yang diinginkan Pancasila dan kurang demokratisnya pelaksanaan pemilu.
Kesimpulan