Menurut BKKBN (2010) Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan dibawah usia 20 tahun. Pernikahan dini di Indonesia saat ini masih marak terjadi Sampai sekarang, baik di wilayah perkotaan ataupun pedesaan.Â
Kementrian koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan kebudayaan (kemenko PMK) memaparkan bahwa perkawinan anak di Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN dan ke-8 di dunia. Tentu kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan sudah sangat darurat.Â
Saat pandemi covid-19 kemarin pernikahan dini di Indonesia sangat meningkat jumlahnya. Pada tahun 2019 terdapat 23.700 permohonan dispensasi pernikahan dini sedangkan pada januari-juni 2020, 34.000 permohonan diajukan dan 97% diantaranya dikabulkan.
Beberapa waktu lalu bahkan sempat viral dimodia sosial dengan kasus "Ratusan Pelajar di Ponorogo Hamil di luar Nikah". Berita ini tentu menggemparkan dunia maya, bahkan warganet menanyakan dimana peran orang tua dalam mendidik. Kasus ini harusnya menjadi Pelajaran dan imbauan penting bagi orang tua untuk mengawasi pergaulan dan lingkungan anaknya dalam berinteraksi.Â
Beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini, diantaranya budaya setempat, perjodohan untuk solusi masalah ekonomi, minimnya edukasi tentang pernikahan dini, kejadian hamil diluar nikah dan anggapan orang tua takut anaknya melanggar norma agama atau alasan agar menghindar dari zinah.Â
Pernikahan dini menimbulkan beberapa dampak negatif. Dampak tersebut bukan hanya berpengaruh pada pasangannya saja, melainkan untuk bayi yang nantinya dilahirkan.Â
Berikut ada beberapa dampak buruk dari pernikahan dini dari laman BKKBN:
1. Melahirkan anak yang stunting dan resiko kematian bayi lebih besar.Â
2. Mengalami masalah perekonomian keluarga sehingga bisa memunculkan ketidak harmonisan dalam keluarga.Â
3. Bagi perempuan beresiko mengalami osteoporosis dan kanker mulut rahim.Â
4. Rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.Â