Mohon tunggu...
ripa oktari
ripa oktari Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Kriminilogi Universitas Indonesia

Konten berisi mengenai analisis terhadap suatu peristiwa dari kacamata ilmu kriminologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pengungkapan Pelaku Kejahatan Apakah Terindikasi ODGJ Melalui Ilmu Forensic Psychiatry

2 Januari 2024   13:51 Diperbarui: 2 Januari 2024   13:56 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Fenomena kejahatan merupakan permasalahan mutlak yang terjadi pada kehidupan manusia dengan pengaruh perkembangan zaman dan sosial budaya diikuti dengan perkembangan manusia itu sendiri (Erlina, 2014). Kejahatan menurut Bonger yang dijelaskan oleh Anwar pada buku Kriminologi (2010) menyatakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapatkan rekasi dari negara berupa pemberian derita dan kemudian sebagai rekasi-reaksi terhadap rumusan hukum (legal defenition) mengenai kejahatan. 

Pada aliran kriminologi post modern mustofa menjelaskan bahwa pada ilmu kriminologi kejahatan secara ideologis, dibuat oleh penguasa dan pengabain terhadap realitas yang dapat menimbulkan korban terutama kaum perempuan. 

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kejata merupakan permasalahan yang sering terjadi dimasyarakat berupa perilaku anti sosial dengan pemberian derita bagi pelaku yang biasanya korban adalah perempuan. Kenapa perempuan, hal tersebut didasarkan pada adanya stigma bahwa perempuan lebih lemah dari laki-laki. Sehingga pelaku kejahatan biasnaya laki-laki. Akan tetapi bagaimana jika pelaku tersebut merupakan Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) atau orang yang berpura-pura gila guna mendapatkan keringanan putusan peradilan. Dalam menjawab hal tersebut, maka perlu adanya ahli forensic psychiatry dalam proses peradilan bahkan sebelum putusan peradilan guna mengindikasi apakah pelaku memang dalam gangguan jiwa atau tidak.

Ilmu forensic psychiatry, merupakan cabang psikiatri yang menangani masalah-masalah yang timbul dalam hubungan antara psikiatri dan hukum dengan aliran pelaku gangguan mental di sepanjang kontinum sistem sosial. Berikut posisi psikiatri forensik yaitu civic law, pelaku kejahatan, police and court (insanity defense fitness to stand trial), psychiatric hospital/correctional facility (risk assessment rehabilitation reintegration) sampai pada society. Lalu kapan psikiatri forensik dibutuhkan? 

Ketika adanya rekomendasi dari peradilan selama proses penyidikan seperti kasus pada ASN kejati sumsel memiliki gangguan jiwa atau kasus anjng masuk masjid dimana pelaku memiliki gangguan jiwa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang no. 1 tahun 2023 pasal 38 dimana setiap orang yang pada waktu melakukan tindak pidana menyadang disabilitas mental dan atau disabilitas intelektual dapat dikurangi pidannya dan setiap orang yang pada waktu melakukan tindakan pidana menyandang disabilitas mental yang dalam keadaan eksaserbasi akut dan disertai gambaran psikotik dana tau disabiltas intelektual derajat sedang atau berat tidak dapat dijatuhi pidana tetapi dapat dikenai tindakan. Adapun kategori disabilitas mental yaitu  psikososioal seperti skizofrenia, bipolar, depresi, anxiety, dan gangguan kepribadian sedangkan disabilitas perkembangan meliputi autism dan hiperaktif. Pada disabilitas intelektual memuat lambat belajar, disabilitas grahita dan down syndrome.

Pelaku dalam gangguan kejiwaan dianggap tidak mampu bertanggung jawab dalam tindak pidana yang disertai bukti reka medis dari ahli. Alur yang dapat ditempuh dalam mendapatkan pemeriksaan psikiatri sebagai berikut pelaku terlibat dalam permasalahan hukum yang dianggap ODGJ diperiksa oleh psikiatri yang dapat menentukan unsur hukum diminta oleh penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan forensik. Pemeriksaan dilakukan guna menjelaskan hubungan medis dengan unsur hukum, kecakapan mental melakukan tindakan, menilai keadaan medis yang nantinya akan berbentuk laporan psikiatri forensik secara objek diberikan kepada jaksa, pengacara, dan hakim.

Dalam menilai kecakapan mental pelaku, adanya diagnosis transdiagnostik multi dimensional berupa ahksi i gangguan klinis, aksi ii gangguan kepribadian disabilitas intelektual, aksi iii kondisi medis umum, aksi iv masalah psikososial dan aksi v derajat fungsi. Dalam kasus orang dalam gangguan jiwa yang melakukan tindak pidana harus dibuktikan bahwa tersangka memiliki penilaian yang buruk atau tidak kompeten apakah terperiksa memiliki gangguan jiwa pada waktu kejadian perkawa, hubungan gangguan jiwa tersebut dengan kejadian perkara apakah memahami motif serta menggunakan insanity test yang relevan. Beberapa bentuk Insanity test yaitu Pertama M'Naghten's rule berupa gangguan psikotik yaitu gangguan nalar, gangguan pikiran, tidak tahu sifat dan kualitas dari perbuatannya apabila tahu tidak tahu perbuatanya salah dan tes kognitif. Kedua Irresistable impulse test berupa gangguan bipolar episode mania keptimania seperti tidak dapat menagan diri dari perilakunya, tidak dapat menahan dorongannya. Ketiga Durham/Rule Product test berupa kecemasan, gangguan kematangan mental seperti tidak ada dosa jika tidak ada kesalahan dan free will. Keempat Modal Penal Code berupa retardasi mental berat, skizofrenia seperti akibat gangguan mental atau kecacatan tidak memiliki kapasitas yang cukup baik untuk memahami tindakan kriminalnya atu mengarahkan perilakunya sesuai hukum.

Pendiagnosisan seorang pelaku apakah termasuk Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ) dalam sebuah persidangan memerlukan ahli forensic psychiatry dalam melakukan berbagai rangkaian tes terhadap pelaku. Hal tersebut dilakukan guna menghindari pelaku kejahatan yang berpura-pura dalam gangguan jiwa yang dapat berpengaruh terhadap hasil putusan persidangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu forensic psychiatry yang saat ini masih awam di Indonesia perlu dikembangan guna membantu persidangan dan menghindari oknum tidak bertanggung jawab yang sering kali berpura-pura terkena gangguan jiwa.

Referensi

Anwar, Y. (2010). Kriminologi (Aep Gunarsa S.H (ed.). PT Refika Aditama.

Erlina. (2014). Analisa Kriminologi Terhadap Kekerasan dalam Kejahatan. Jurnal Al-Daulah, 3(2), 217--228.

Mustofa, M. (2020). Kriminologi. Kencana Prenada Media Group.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun