Mohon tunggu...
Ripan
Ripan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Di tengah dunia yang berputar cepat, saya adalah penjelajah kata dan perasaan. Saya menulis untuk menghidupkan kembali kenangan indah dan menciptakan pelangi dari kata-kata. Bergabunglah dengan saya dalam perjalanan menemukan keindahan dalam setiap detik dan momen kehidupan. 📖✍️

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Negeri Cuan dan Janji

7 Desember 2024   22:20 Diperbarui: 7 Desember 2024   22:25 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nurani dan kebenaran tertukar, masa depan tergadai. Pilihlah dengan bijak. (Gambar dibuat oleh DALL-E)

Negeri Cuan dan Janji

Oleh: Ripan


Di pagi buta, kala matahari belum menyapa,
Terdengar gemerincing logam membelah sunyi desa.
Hak suara, yang dulu lambang kebebasan jiwa,
Kini tertukar murah, sekadar nilai rupa.

Akal, mahkota tertinggi karunia semesta,
Teronggok di sudut, tertutup debu lupa.
Diam membisu, tak disentuh nurani,
Kala kantong penuh, nuranipun tak berarti.

Mengapa mereka yang bersilat lidah kau puja?
Yang nyaring hanya kata tanpa karya?
Mengapa bintang yang redup kau tinggalkan,
Padahal sinarnya nyata mengubah zaman?

Masyarakatku, tidakkah kau sadar,
Pilihanmu membentuk jalan panjang menuju kelam atau pendar?
Tidakkah kau lihat wajah anak cucu nanti,
Yang akan menuai benih kelalaian ini?

Mereka yang pandai bicara,
Menyulam mimpi dalam kebohongan yang sengaja.
Sorak-sorai rakyat dibentuk bagai irama,
Namun kerja nyata mereka hilang dalam gema.

Di sisi lain, mereka yang diam bekerja,
Mengangkat tanah, membangun harapan dari luka.
Namun sorot mata tak pernah tertuju,
Karena rakyat lebih mencinta panggung yang semu.

Oh, negeriku, di mana hak dan akal saling bercampur,
Kenapa keduanya tak pernah bersua di simpul akur?
Saat suara tergadai oleh kilau uang fana,
Kita merelakan masa depan jadi luka.

Maka pagi buta terus berjalan tanpa henti,
Bersama tawar-menawar janji yang basi.
Dan kita, tetap terbuai dalam bujuk dan rayu,
Menunggu hari esok yang menjanjikan pilu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun