Rawa Pening adalah sebuah danau alami yang terletak di Kabupaten Semarang. Selain terkenal dengan cerita legendanya, danau ini juga dijadikan sebagai salah satu andalan wisata di Kabupaten Semarang. Keberadaan danau ini juga dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti kebutuhan irigasi, kegiatan perikanan, hingga dijadikan sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air. Danau Rawa Pening memiliki total luas 2.700 hektar.
Kebaradaan Danau Rawapening menjadikan berkah tersendiri bagi warga di sekitarnya. Daya tarik wisata yang ada di danau Rawa Pening ,pemanfaatan danau sebagai kegiatan perikanan, dan sebagai sumber pembangkit listrik telah memberikan dampak positif dibidang ekonomi bagi warga sekitarnya (Sutarwi, 2008). Namun, ternyata dibalik keindahan dan keberkahan yang ditawarkan danau Rawa Pening, ternyata menyimpan permasalahan lingkungan yang cukup serius yakni pendangkalan air danau yang salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan tanaman eceng gondok yang semakin tidak terkendali sehingga dapat menyebabkan pendanagkalan di perairan danau Rawa Pening. Permasalahan yang sering terjadi di perairan danau dan rawa adalah pendangkalan dan pencemaran air, seperti yang terjadi di Danau Limboto, Singkarak, Rawa Pening, dan  Rawa Taliwang (Haryani, 2002).
Tanaman eceng gondok adalah salah satu jenis vegetasi tanaman air yang digolongkan sebagai gulma atau hama di Danau Rawa Pening. Penanganan guna mencegah agar laju pertumbuhan tanamn eceng gondok terkendali sudah dilakukan sejak tahun 1931. Penanganan ini dilakukan untuk menjaga ketersediaan air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Njelog, Tuntang. Pada tahun 2007 hingga tahun 2010 pemerintah bersama masyarakat yang tinggal di sekitar danau melakukan kegiatan pembersihan rawa dan pengangkatan tanaman eceng gondok di area seluas 150 hektar. Kemudian satu tahun setelahnya kembali dilakukan kegiatan pembersihan dan pengangkatan tanaman eceng gondok di area seluas 30 hektar (Eefendi, 2003).
Namun siapa sangka, tanaman eceng gondok yang memiliki dampak negatif bagi lingkungan perairan danau justru dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat yang tinggal di sekitar danau sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan tangan yang memiliki nilai jual. Pemanfaatan tanaman eceng gondok sebagai bahan kerajinan banyak dilakukan oleh warga di sekitar danau seperti salah satunya di Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru.Â
Masyarakat mengolah tanaman eceng gondok terutama pada bagian batangnya untuk diolah menjadi barang kerajinan produk jadi seperti tas, dompat, taplak, korden, dan berbagai macam hiasan interior rumah. Masyarakat biasanya mencari tanaman eceng gondok hingga ke tengah danau pada saat cuaca sedang terang. Kemudian tanaman eceng gondok akan dipisahkan dari akar dan daunya sehingga tersisa bagian akar. Setelah dipidahkan maka bagian akar tersebut dikeringkan terlebih dahulu dibawah sinar matahari.Â
Lama waktu untuk mengeringkanya bisa mencapai satu atau dua hari tergantung kondisi cuaca. Setelah batang dalam kondisi kering barulah batang tanaman eceng gondok diolah menjadi barang kerajinan. Pemanfaatan tanaman eceng gondok sebagai barang kerajinan ternyata memiliki dampak ekonomi yang cukup positif bagi masyarakat. Hasil barang kerajinan dari tanaman eceng gondok ini biasanya diekspor ke berbagai kota seperti Yogyakarta.
Selain memanfaatkan tanaman eceng gondok untuk bahan pembuatan kerajinan, ternyata masyarakat sekitar danau juga memanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Banyubiru. Jika pada bagian batangnya digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan, maka pada bagian akarnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk organik.Â
Pembuatan pupuk organik yang menggunakan bahan dasar akar tanaman eceng gondok tersebut ternyata sudah diproduksi secara masal oleh masyarakat Banyubiru. Pupuk organik yang diproduksi secara masal oleh masyarakat desa untuk mencukupi kebutuhan pupuk organik di Banyubiru khususnya untuk pakan hewan ternak. Walaupun produksi sudah dilakukan dan belum sampai ke tahap ekspor akan tetapi setidaknya produksi pakan ternak berbahan dasar akar tanaman eceng gondok mampu membantu mempercepat upaya pemulihan kualitas air danau dan mempercepat upaya pemulihan lahan kritis di daerah tangkapan air danau.
Secara tidak langsung maka apa yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening yang memanfaatkan tanaman eceng gondok sebagai bahan dasar pembuatan dasar dan pupuk organik telah membantu upaya pemulihan kualitas air danau dan lahan kritis di aera tangkapan.Â
Masyarakat di sekitar danau bisa dikatakan sebagai masyarakat yang sangat kreatif. Mereka memanfaatkan tanaman eceng gondok di Danau Rawa Pening sebagai bahan dasar pembuatan kerajinan dan pupuk organik yang memberikan dampak positif dari segi ekonomi juga sekaligus melakukan upaya pelestarian terhadap Danau Rawa Pening. Untuk mempercepat upaya pemulihan danau, pemerintah dapat bekerja sama dengan pelaku-pelaku usaha yang memanfaatkan tanaman eceng gondok baik sebagai kerajinan maupun pupuk organik dengan memberikan bantuan modal untuk mengembangkan usahanya. Upaya yang seperti ini adalah upaya yang sangat efektif selain mempercepat upaya pemulihan danau juga memberikan dampat positif secara ekonomi bagi warga yang tinggal di sekitar danau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H