Kunjungan wisata sejarah yang saya lakukan kali ini adalah berkungjung ke situs cagar budaya candi Ngempon. Jarak antara rumah saya dan situs cagar budaya candi Ngempon kurang lebih sekitar 20 KM. Dari rumah hingga ke situs cagar budaya candi Ngempon memakan waktu sekitar 30 hingga 40 menit saja.Â
Rute yang saya tempuh dari rumah melalui Kecamatan Bandungan kemudian sesampainya di pertigaan pasar lama Bandungan saya mengambil jalan belok ke kiri yakni ke arah Kota Semarang. Dari situ saya terus lurus mengikuti jalan hingga ke Pasar Jimbaran. Dari Pasar saya mengambil jalan ke kiri menuju ke Desa Samban, Kecamatan Bergas. Dari situlah saya akan bertemu dengan jalan besar yang menghubungkan Kota Semarang dan Kota Surakarta.
Jalan menuju situs cagar budaya candi Ngempon cukup curam. Di jalanan seperti inilah para wisatawan baik yang mengendarai sepeda motor dan mobil harus berhati-hati. Situs cagar budaya candi Ngempon juga tidak terlalu jauh dengan situs cagar budaya petirtaan atau pemandian air panas Nderekan. Jaraknya hanya sekitar 50 meter saja. Jadi disini pengunjung tidak hanya menikmati keindahan candi saja melainkan dapat menikmati pemandian air panas sekaligus disuguhkan keindahan alam pedesaan yang memanjakan mata.
Secara administratif, candi Ngempon berada di desa Ngempon ,Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Sedangkan petirtaan atau pemandian air panas Nderekan yang saya singgung diatas berada di Desa Nderekan, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang. Hal ini dikarenakan kedua desa tersebut dipisahkan oleh sebuah sungai.
Sedangkan secara geografis, candi Ngempon terletak di tengah persawahan dan terletak di tengah lembah yang diapit oleh dua bukit. Tidak jauh dari candi tersebut, juga terdapat dua aliran sungai. Kondisi alam yang sangat indah inilah membuat pengunjung tertarik karena tidak hanya menyuguhkan wisata sejarah akan tetapi juga menyuguhkan pemandangan alam yang memanjakan mata.
Menurut sejarahnya, candi ini pertama kali ditemukan pada tahun 1951 oleh seorang petani bernama Kaseri yang saat itu sedang mencangkul di sawahnya. Ketika sedang mencangkul, Kaseri tidak sengaja menemukan tumpukan candi. Penemuan ini akhirnya menggegerkan masyarakat sekitar. Saat ditemukanya, di situs ini juga terdapat arca Dewi Durga Mahisasuramardini. Saat ini arca tersebut disimpan di museum Ronggowarsito.
Nama "Ngempon" sendiri berasal dari kata "Empu". Menurut cerita yang berderar di masyarakat sekitar dahulunya di situs ini adalah tempat untuk mendidik orang menjadi seorang "empu" atau golongan pemuka agama. Akan tetapi nama tersebut tidaklah tepat karena nama "Ngempon" adalah nama candi yang berdasarkan toponimi wilayah. Adapun menurut pendapat yang lain kata "Ngempon" berasal dari kata "Impun" yang artinya adalah tempat untuk orang-orang berhimpun.
Candi Ngempon ini memiliki kemiripan dengan candi Songgoriti yang ada di Malang, Jawa Timur. Candi Songgoriti di Malang adalah candi yang berlanggam Jawa Tengah dan disekitaran candi terdapat sumber air panas. Candi Songgoriti di Malang juga dikaitkan dengan seorang Empu. Hal yang sama juga ada pada candi Ngempon.
Di sekitar candi Ngempon juga terdapat sumber pemandian air panas yakni petirtaan Nderekan. Hanya saja yang membedakan keduanya adalah jika candi Songgoriti memiliki sumber sejarah tertulis berupa prasasti yang hingga kini masih disimpan di negeri Belanda sedangkan candi Ngempon tidak memiliki sumber tertulis berupa prasasti sehingga kegunaan dari candi Ngempon tidak begitu jelas.Â
Akan tetapi jika melihat lokasi candi yang berada di lembah yang diapit perbukitan, tidak jauh dari pertemuan dua sungai, dan tidak jauh dari petirtaan maka dapat diperkirakan candi ini dahulu berfungsi sebagai tempat Kadewaguruan. Kadewaguruan adalah sebuah lembaga yang bertujuan untuk mendidik orang menjadi seorang pemuka agama.
Candi Ngempon memiliki ciri-ciri Hindu yang sama seperti candi-candi Hindu yang lainya. Dalam candi Hindu struktur candi dibedakan menjadi tiga yakni Bhurloka, Bhurvaloka, dan Swarloka. Bhurloka adalah lapisan paling bawah yang diyakini sebagai tempat tinggal para iblis. Sedangkan Bhurvaloka adalah bagian tengah yang merupakan lapisan tempat dimana manusia tinggal. Dan yang terakhir adalah Swarloka yang merupakan tempat tinggal para Dewa. Bagian atap candi memiliki bentuk yang semakin runcing yang mana bagian atap candi tersebut melambangkan "Meru" yakni sebuah tempat yang dipercaya sebagai tempat tinggal para Dewa.