Sudah menjadi adat istiadat Jawa dan Sunda mengenakan sepasang kain batik bermotif kembar bagi calon mempelai perempuan dan laki-laki, saat bersanding di atas kursi pelaminan nanti. Tidak sembarang batik, sang pengantin disodori empat jenis motif, yang dapat dipilih, sido mukti, sido asih, sido mulya, atau sido luhur. Dipercayai, pemilihan pertama itulah yang akan melajukan bahtera rumah tangganya nanti. Begitulah kata orang-orang tua. Dengan memilih sido mukti keberhasilan kehidupan kita, yang pengantin, kelak akan banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam memimpin saat kita dipercaya memegang tampuk pimpinan kekuasaan atau jabatan. Tahta kata orang, mukti kata orang tua (itulah simbol aku..! teriak jari telunjuk). Sido sendiri berarti, jadi. Kalau harus menunjukkan sikap dan perilaku yang layak diteladani semua orang, keluarga di rumah. rekan di tempat kerja, hingga warga di masyarakat. Seorang pemimpin sejati itu gagah, perwira, tegas dan berwibawa, namun tetap santun, halus, dan merendah terhadap sesama. Dia bisa jadi teladan ketika di depan (di atas), siap turun ke bawah membina warga membangun diri mengikuti contoh kepemimpinannya karena warga, suatu saat kelak, juga akan menjadi pemimpin bagi dirinya dan generasi berikutnya. Mereka akan meniru dan mencontoh apa yang telah diperbuat generasi sebelumnya. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari... Terlepas dari kebenaran mitos sido mukti, batik kini sudah dicanangkan dan diakui global sebagai milik bangsa Indonesia. Tinggal kita bersungguh melestarikan warisan budaya nenek moyang kita, tidak memakai batik sekedar hanya hiasan berhura-hura di pesta atau upacara, melainkan juga menerapkan makna luhur tak ternilai yang tersembunyi di balik motifnya. Semoga. UPDATE:---------------------------- Judul lama "Pengantin itu Memilih Sido Mukti... " diganti, tampaknya kurang mengena. (Belajar cara bikin judul yang baik dan menarik, susah ya.) Bagaimana dengan "sido-sido" lainnya? Sido asih, berhasil membangun keluarga dan masyarakat melalui cinta dan kasih sayang kepada sesama. Itulah aku! kata si jari tengah; akulah simbol cinta, sering dipelesetkan "wanita"). Sido mulyo, keberhasilan membangun materi. Nah itu aku! kata si jari manis, aku simbol harta. Sido luhur, berhasil mengembangkan, menyempurnakan diri menjadi manusia paripurna, menjadi manusia berbdui luhur dengan senantiasa berdoa, mengingat dan bersyukur kepadaNya. Itulah aku! kata kelingking. Begitulah kita bekerja mencari dunia tahta-cinta(wanita)-harta, namun jangan lupa berdoa. Ternyata simbol semua ini ada di jari-jemari kita yang dibuatkan motif batik untuk mengingatkan: sido mukti (telunjuk), sido asih (jari tengah), sido mulyo (jari manis), dan sido luhur (kelingking).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H