Mohon tunggu...
Rio Seto Yudoyono
Rio Seto Yudoyono Mohon Tunggu... -

Idenya sering aneh terkesan ngawur dan melawan arus. Visioner bukan, peramal jauh; tulisannya terkadang menyimpang dari pakem, senangnya "menganggu" orang ikut 'mikir, mencari jawaban atas tantangan yang dihadapi sekarang dan masa datang...

Selanjutnya

Tutup

Money

Kebanjiran “Made in China”? Ada "TTS"!

18 Desember 2009   12:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:53 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Mencoba menjawab satu posting "hot" hari ini 2010 Kebanjiran made in China. Banjir yang sudah cukup menyusahkan kita itu, masihkah akan lagi bertambah dengan banjir produk Cina? Banjir yang semestinya menyenangkan, produknya tak kalah bagus, bermanfaat... dan lumayan murah. Namun banjir produk bisa membawa malapetaka. Betapa tidak, produk segera jadi sampah. Tak peduli dampak negatif sampah yang diakibatkannya, perdagangan bebas seolah membuka kesempatan mendorong semua pihak berbondong-bondong menggunakan teknologi sebagai senjata memenangi lomba menguasai ekonomi bumi ini... , siapa kuat dia menang, siapa jaya dia raja! Haduh. Ooh, begitu? Nanti dulu. Ini tidak adil, ini berat sebelah. Seperti rantai makanan saja, yang besar dan kuat akan memakan yang kecil dan lemah? Pandangan kecil dan lemah yang biasa dipakai simbol ketidakberdayaan atau ketidakmampuan melawan itu, keliru. Dibalik kekecilan dan kelemahan pasti ada kebesaran, kekuatan, kehebatan yang tidak dimiliki atau terpikir si besar atau si kuat. Hal ini sudah dilakukan dan diantisipasi lama. Tak banyak yang tahu ada sekelompok anak muda gila dan kreatif, habis-habisan menggeluti teknologi produk yang masuk ke negeri ini. Biarlah orang berpikir kita pandir, biarlah orang mengira kita tak sanggup apa-apa. Teknologi yang dimaksud adalah telepon genggam. Kelompok tahu "isi"nya, sanggup mengubahnya jadi perangkat apa saja! Wow. Benar, yang dikembangkan anak muda ibarat TTS (teka-teki silang), mengisi jawaban di kotak kosong. Produk dibedah, diamati, dipelajari, dikaji, diuji, horee... 'jebol', istilah mereka! Kotak "kosong" TTS terisi sudah, tahu cara kerja telepon, tahu hardware, tahu software, tahu kutak-katik tambah komponen. Itulah tumpang sari! Mau dijadikan apa? Berkomunikasi telepon melalui radio FM, bisa; mendeteksi detak jantung, bisa; memantau kondisi mobil? Bisa. Menyalakan memadamkan lampu rumah? Kecil. (Huh, sombong juga 'nih anak-anak, narsis, sekaligus membanggakan.) Cerdas nian anak bangsa ini! Inisial TTS akhirnya dipungut dan berubah arti, "teknologi tumpang sari" disingkat "TTS". FTA, siapa takut? Anggap FTA anugerah, ajang berlatih sangat bagus membuat kita lebih cerdas! Lebih baik dari yang empunya teknologi, lebih bagus dari yang empunya komoditi. Tugas kita, menggeser dan membalik perilaku kita dari konsumtif ke produktif, membalik mereka dari produktif ke konsumtif, maksudnya menggiring para produsen global berminat  "belanja" kepada kita meminta dibuatkan program untuk produknya. Mengapa tidak? (Win-win solution, score imbang satu-satu.) Kekuatan "TTS" terletak pada kekuatan kolektif, yang digalang dari kekecilan dan kelemahan teknologi yang tidak kita miliki, mengandalkan kreativitas (dan inovasi) aset sekian juta rakyat Indonesia. Inilah dampak teknologi baru yang tercipta akibat FTA, "TTS". Bisa dipatenkan? [ Catatan kecil: ada 1,000+ "industri" perbaikan telepon genggam di seluruh Indonesia (Jawa Barat 360, di Bandung saja 200); saat tulisan dibuat kelompok sedang belajar keras mempelajari telepon genggam baru berbagai merek yang akan diluncurkan 2010. Ada pertemuan akbar tanggal 6 Maret 2010 di Bandung. Salut! Tertarik meliput? Hehe.. perlu undangan khusus. ]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun