"Katanya, ... nanti pada tahun 2109, usia harapan hidup akan kembali lagi ke angka 47 tahun, karena akan berkurangnya air di muka bumi ini sebagai akibat dari rusaknya “lingkungan” yang kini prosesnya tengah berlangsung. " (Chappy Hakim, "100 Tahun yang Akan Datang !", Kompasiana-Teknologi, 14 Oktober 2009.) Katanya, 'sih . Boleh jadi benar karena pasti ada hitung-hitungannya. Memang kita ini aneh, senang dan bangga menciptakan teknologi dengan dalih memajukan peradaban dan meningkatkan kualitas hidup manusia, 'kok bukannya jadi panjang umur, sehat, bugar, malah turun kembali ke usia 47? Pasti ada yang salah. Penasaran dan mencoba mencari jawabannya. Katanya tahun 2050 nanti penduduk dunia jadi 9,1 milyar; sekarang lebih sedikit dari 6,791,899,440 (ini katanya www.census.gov kemarin). Aha, ini dia, penduduk bertambah! Sementara darat, air, udara tidak bertambah. Dunia jadi sempit berdesak-desakan, udara mulai terasa pengap, sedangkan bahan makanan, minuman, dan energi terbatas alias 'few' (sedikit, dipelesetkan jadi food-energy-water). Tanpa asupan makanan "3 minggu", air "3 hari", oksigen "3 menit", kita tahu permainan kehidupan berakhir sudah. Game over. Banyaknya orang, membuat permintaan melebihi ketersediaan. Pantas sumber daya 'few' jadi bahan rebutan, berperang kalau perlu! Tak heran kalau 'few' jadi komoditi bisnis menggiurkan. Siapa menguasai sumber daya 'few', dialah raja dunia! Udara (baca oksigen) sekarang tak lagi gratis, begitu pula air, dan makanan, padahal alam sudah menyediakan "teknologi" luar biasa canggih untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia. Sedunia! [caption id="attachment_17416" align="alignleft" width="300" caption="Distribusi hidup tahun 2050"][/caption] Eh, malah dirusak. Celaka. Udara, air, makanan berubah jadi racun yang merusak tubuh kita. Kita tak punya piihan kecuali menerimanya. Bergeserlah harapan hidup turun jadi 40-50 tahun bahkan di Afrika sampai 25 tahun pun tidak! (Masih dalam masa pertumbuhan.) Inilah peta populasi penduduk dunia tahun 2050 (gambar samping). Posisi Indonesia berada di batas bawah 40-50 tahun, Jepang di batas atas, Etiopia sangat di bawah. Mobil canggih hasil teknologi mutakhir ternyata memperpendek umur orang lain; yang empunya mobil hidupnya tentu nyaman, dan umurnya panjang, dan sehat, tetapi gas buang dari knalpotnya itu lho! Meracuni (dan mematikan) yang lain. Di Jepang bisa banyak orang bertahan hingga tua (berapa sih usia lansia itu... how old is old?), mungkin berkat tingkat kesadarannya yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan. Indonesia masih perlu belajar banyak dari gambar sederhana ini; Etopia juga, terutama dengan kepahitan masa lalu di mana seluruh negeri kelaparan. Ingat kisah lahirnya lagu "We Are The World" tahun 1985, inisiatif Michael Jackson dan Lionel Richie, yang dinyanyikan bersama oleh hampir 50 artis/penyanyi kelas dunia untuk membantu negeri ini? Jangankan menunggu hingga 2109 atau 2100 atau 2050, sekarang saja kita mulai merasakan ketaknyamanan itu (eh, ada yang tidak?) Indikasi polusi udara, darat, air, mungkin belum terlalu nyata, tetapi sungai mengering, bukit menggundul, longsor, banjir, kelangkaan air, hewan punah, parkir sesak, macet, antri, serba instan, dan lainnya, bukankah pertanda ada sesuatu yang keliru? Itulah alasan diluncurkan MDGs (Millenium Develpoment Goals), menutup kesenjangan global dua kutub yang secara sosial dan ekonomi, dan teknologi, bak bumi dan langit. Biar timbangannya tidak berat sebelah. Untuk generasi muda, mari bersorak horee.. kembali ke alam, jalan kaki dan naik sepeda kayuh kembali (chatting pakai teknologi telepon kaleng?), sambil makan singkong rebus dan gula merah, hasil panen tanaman berpupuk alami. Uh, nikmatnya bukan main... bikin sehat, kuat, panjang umur, panjang ingatan. :D i-tech-blogger 99 (tetap mendorong teknologi baru, yang ramah lingkungan, katanya, masih mau hidup 1000 tahun lagi...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H